;
headline photo
Tampilkan postingan dengan label Manusia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Manusia. Tampilkan semua postingan

Sumber-Sumber Interaksi Sosial

Minggu, 26 Februari 2012

Proses interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat bersumber dari faktor imitasi, sugesti, simpati, identifikasi dan empati.
1. Imitasi merupakan suatu tindakan sosial seseorang untuk meniru sikap, tindakan, atau tingkah laku dan penampilan fisik seseorang.
2. Sugesti merupakan rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan seseorang kepada orang lain sehingga ia melaksanakan apa yang disugestikan tanpa berfikir rasional.

3. Simpati merupakan suatu sikap seseorang yang merasa tertarik kepada orang lain karena penampilan,kebijaksanaan atau pola pikirnya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh orang yang menaruh simpati.
4. Identifikasi merupakan keinginan sama atau identik bahkan serupa dengan orang lain yang ditiru (idolanya)
5. Empati merupakan proses ikut serta merasakan sesuatu yang dialami oleh orang lain. Proses empati biasanya ikut serta merasakan penderitaan orang lain.
Interaksi Sosial menurut menurut Shaw (Ali,2004:87) merupakan suatu pertukaran antarpribadi yang masing- masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka dan masing- masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini, tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu interaksi merupakan stimulus bagi individu lain yang menjadi pasangannya.
Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Ada beberapa bentuk interaksi sosial, menurut Park dan Burgess (Santosa,2004:12) bentuk interaksi sosial dapat berupa:
a. Kerja sama
Kerja sama ialah suatu bentuk interaksi sosial dimana orangorang atau kelompok-kelompok bekerja sama Bantumembantu untuk mencapai tujuan bersama. Misal, gotongroyong membersihkan halaman sekolah.
b. Persaingan
Persaingan adalah suatu bentuk interaksi sosial dimana orangorang atau kelompok- kelompok berlomba meraih tujuan yang sama.
c. Pertentangan.
Pertentangan adalah bentuk interaksi sosial yang berupa perjuangan yang langsung dan sadar antara orang dengan orang atau kelompok dengan kelompok untuk mencapai tujuan yang sama.
d. Persesuaian
Persesuaian ialah proses penyesuaian dimana orang- orang atau kelompok- kelompok yang sedang bertentangan bersepakat untuk menyudahi pertentangan tersebut atau setuju untuk mencegah pertentangan yang berlarut- larut dengan melakukan interaksi damai baik bersifat sementara maupun bersifat kekal.
Selain itu akomodasi juga mempunyai arti yang lebih luas yaitu, penyesuaian antara orang yang satu dengan orang yang lain, antara seseorang dengan kelompok, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
e. Perpaduan
Perpaduan adalah suatu proses sosial dalam taraf kelanjutan, yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara individu atau kelompok. Dan juga merupakan usaha- usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama.
Selengkapnya...

Mensosialisasikan program keaksaran fungsional pada usia produktif

Selasa, 20 April 2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak sebagai penerus adalah pewaris cita-cita perjuangan bangsa yang merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan pembangunan. Untuk itu anak perlu dibina sejak dini. Namun ada sebagian anak yang tidak bisa memperoleh kebutuhan tersebut secara utuh dari orang tuanya disebabkab oleh faktor-faktor tertentu yang membuat mereka dibina dan dibimbing oleh lembaga tertentu.
Selengkapnya...

10 Negara dengan Jumlah Perokok Terbesar di Dunia

Kamis, 01 April 2010

Daftar 10 Negara Perokok Terbesar di Dunia
1. China = 390 juta perokok atau 29% per penduduk
2. India = 144 juta perokok atau 12.5% per penduduk
3. Indonesia = 65 juta perokok atau 28 % per penduduk (~225 miliar batang per tahun)
4. Rusia = 61 juta perokok atau 43% per penduduk
5. Amerika Serikat =58 juta perokok atau 19 % per penduduk
6. Jepang = 49 juta perokok atau 38% per penduduk
Selengkapnya...

Manusia Dalam Multi Dimensi

Rabu, 17 Februari 2010



Menurut Fichte manusia secara prinsipil adalah makhluk yang bersifat moral yang di dalamnya mengandung suatu usaha. Di sinilah manusia perlu menerima dunia di luar dirinya. Sikap seperti ini dapat menjadikan manusia menyadari dirinya sendiri dan usaha untuk membatasi dirinya sendiri dari masyarakat luas.
Selengkapnya...

semiotik

Sabtu, 19 Desember 2009

semiotik itu ilmu tentang tanda
dalam kaitannya dengan sastra
semiotik merupakan "alat" pendukung dalam menganalisis karya sastra dari pendekatan struktural
secara praktek
menggunakan semiotik untuk menganalisis karya sastra bertujuan menemukan 3variabel semiotik di dalam sebuah karya;
*icon
*indeks
*arbitrer simbol
ketiga variabel itu dapat ditemukan pada struktur karya tersebut
mis:
*dalam puisi dapat dilihat dari majas, diksi, tone, ect
*dalam cerpen&novel dapat dilihat dari alur, tema, penokohan, latar, ect
ketiga variabel itu tadi dimaknai satu per satu
dan kemudian dimaknai secara keseluruhan untuk mendapatkan sebuah totalitas-makna


kalo contoh analisis-semiotik
kira2kaya gini:

....................Kupu Malam dan Biniku
.............Chairil Anwar

Sambil berselisih lalu
mengebu debu.

Kupercepat langkah. Tak noleh ke
belakang
Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi
terpandang

Barah ternganga

Melayang ingatan ke biniku
Lautan yang belum terduga
Biar lebih kami tujuh tahun bersatu

Barangkali tak setahuku
Ia menipuku.
......................................… 1943

puisi ini mengemukakan si aku yang meragukan kesetiaan istrinya karena dia melihat seorang kupu-kupu malam dengan luka-terbuka dan barah ternganga. hal ini diperkuat dengan bait ke-4 dan ke-5 berikut ini.
...
Melayang ingatan ke biniku
Lautan yang belum terduga
Biar lebih kami tujuh tahun bersatu
Barangkali tak setahuku
Ia menipuku.

simbol lautan pada bait ke-4 bermakna kehidupan atau tingkah laku istri dan simbol kupu malampada judul puisi di atas bermakna wanita tuna susila (WTS) yang sambil lewat si aku mempercepat langkahnya karena ia ngeri melihat luka-terbuka dan ternganga seperti bait-1 dan ke-2 berikut ini.
Sambil berselisih lalu
mengebu debu.
Kupercepat langkah. Tak noleh ke
belakang
Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi
terpandang
Barah ternganga

pilihan kata dalam puisi ini saling memperkuat makna seperti pada: mengebu debu, luka-terbuka. kata Lautan yang belum terduga pada bait ke-4 memperkuat imaji dalam puisi ini. dalam puisi ini, Chairil meragukan kesetiaan istrinya walaupun sudah tujuh tahun lebih mereka bersatu.

Analisis semiotik memandang karya sastra, dalam hal ini puisi, sebagai sistem tanda yang bermakna. Tiap-tiap fenomena (unsur puisi) diyakini mempunyai makna atau arti, sehingga menganalisis puisi sampai menemukan makna yang dimaksud merupakan suatu keharusan. Kecuali itu fungsi estetik setiap unsur dalam puisi juga perlu dibahas.

CINTAKU JAUH DI PULAU
(Chairil Anwar)
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
Di air yang terang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata :
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri
Bait I Cintaku jauh di pulau berarti kekasih tokoh aku berada di pulau yang jauh. Gadis manis sekarang iseng sendiri artinya sang kekasih tersebut adalah seorang gadis yang manis yang menghabiskan waktu sendirian (iseng) tanpa kehadiran tohoh aku.
Pada bait II, si tokoh aku menempuh perjalanan jauh dengan perahu karena ingin menjumpai kekasihnya. Ketika itu cuaca sangat bagus, namun hati si aku merasa gundah karena rasanya ia tak akan sampai pada kekasihnya.
Bait III menceritakan perasaan si aku yang semakin sedih karena walaupun air terang, angin mendayu, tetapi pada perasaannya ajal telah memanggilnya (Ajal bertahta sambil berkata : “Tujukan perahu ke pangkuanku saja”).
Bait IV menunjukkan si aku putus asa. Demi menjumpai kekasihnya ia telah bertahun-tahun berlayar, bahkan perahu yang membawanya akan rusak, namun ternyata kematian menghadang dan mengakhiri hidupnya sebelum ia bertemu dengan kekasihnya.
Bait V merupakan kekhawatiran si tokoh aku tentang kekasihnya, bahwa setelah ia meninggal, kekasihnya itupun akan mati juga dalam penantian yang sia-sia.
Setelah kita menganalisis makna tiap bait, kita pun harus sampai pada makna lambang yang diemban oleh puisi tersebut. Kekasih tokoh aku adalah kiasan dari cita-cita si aku yang sukar dicapai. Untuk meraihnya si aku harus mengarungi lautan yang melambangkan perjuangan. Sayang, usahanya tidak berhasil karena kematian telah menjemputnya sebelum ia meraih cita-citanya.
1. Analisis lapis ketiga (objek-objek, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’ dan lain-lain)
Lapis arti menimbulkan lapis ketiga berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, ‘dunia pengarang’, makna implisit, dan metafisis.
Pada puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’, objek yang dikemukakan adalah cintaku, gadis manis, laut, pulau, perahu, angin, bulan, air laut, dan ajal. Pelaku atau tokohnya adalah si aku , sedang latarnya di laut pada malam hari yang cerah dan berangin.
Jika objek-objek, latar, dan pelaku yang dikemukakan dalam puisi digabungkan, maka akan menghasilkan ‘dunia pengarang’ atau isi puisi. Ini merupakan dunia (cerita) yang diciptakan penyair di dalam puisinya.
Contoh, berdasarkan puisi ‘Cintaku Jauh di Pulau’ kita dapat menuliskan ‘dunia pengarang’ sebagai berikut :
Kekasih tokoh aku (gadis manis) berada di suatu tempat yang jauh. Karena ingin menemuinya, pada suatu malam ketika bulan bersinar dan cuaca bagus, si aku berangkat dengan perahu. Akan tetapi, walaupun keadaan sangat baik untuk berlayar (laut terang, angin mendayu), namun si aku merasa ia tak akan sampai pada kekasihnya itu. Pelayaran selama bertahun-tahun, bahkan sampai perahunya akan rusak, nampaknya tidak akan membuahkan hasil karena ajal lebih dulu datang. Ia membayangkan, setelah ia mati kekasihnya juga akan mati dalam kesendirian.
Ada pula makna implisit yang walaupun tidak dinyatakan dalam puisi namun dapat dipahami oleh pembaca. Misalnya kata ’gadis manis’ memberi gambaran bahwa pacar si aku ini sangat menarik.
Dalam puisi tersebut terasa perasaan-perasaan si aku : senang, gelisah, kecewa, dan putus asa.
Kecuali itu ada unsur metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi di atas, unsur metafisis tersebut berupa ketragisan hidup manusia, yaitu meskipun segala usaha telah dilakukan disertai sarana yang cukup, bahkan segalanya berjalan lancar, namun manusia seringkali tak dapat mencapai apa yang diidam-idamkannya karena maut telah menghadang lebih dahulu. Dengan demikian, cita-cita yang hebat dan menggairahkan akan sia-sia belaka.




PAHLAWAN TAK DIKENAL
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dalam bait puisi tersebut, kata-kata yang dipergunakan menyiratkan pancaran sikap sopan dan rasa hormat kepada pahlawan. Apabila dikatakan ia mati tertembak, rasanya kurang hormat meskipun hakikatnya sama saja dengan kalimat …dia terbaring, tetapi bukan tidur. Demikian juga diksi Sebuah lubang peluru bundar di dadanya memberi gambaran tentang kematian yang indah dan bersih. Padahal kenyataannya pastilah tidak seperti itu. Tentu ada darah yang berlepotan, tidak tersenyum melainkan menyeringai kesakitan. Penyair menggunakan pilihan kata tersebut sebagai ungkapan jiwanya yang menghargai pengorbanan pahlawan. Kalimat Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang menyatakan keikhlasan sang pahlawan dalam membela tanah air sampai titik darah penghabisan.
Untuk memaksimalkan kepuitisan karya, biasanya penyair memanfaatkan kemampuannya dalam memilih kata setepat mungkin, memasukkan kata-kata/kalimat yang konotatif dan mempergunakan gaya bahasa tertentu.
Pilihan kata penyair sangat membantu imajinasi pembaca. Semakin konkret kata-kata dalam puisi, semakin tepat citraan yang ditimbulkannya. Misalnya pada salah satu bait puisi ‘Balada Penyaliban’ karya W.S. Rendra tertulis Tiada mawar-mawar di jalanan / tiada daun-daun palma / domba putih menyeret azab dan dera / merunduk oleh tugas teramat dicinta / dst.
Kata menyeret merupakan gaya bahasa yang mengkonkretkan seolah-olah ‘azab’ dan ‘dera’ dapat dilihat dan terasa berat. Hal itu memberi citraan penglihatan dan perasaan yang sangat dalam. Pembaca seolah-olah melihat sendiri jalanan yang kering tanpa tumbuhan dan sosok Yesus yang digambarkan sebagai domba putih yang tertatih-tatih menyeret beban amat berat. Dengan demikian, untuk ‘menghidupkan’ puisi, penyair dapat memanfaatkan gaya bahasa (misalnya personifikasi, metafora, hiperbola dan lain-lain) dan pilihan kata yang tepat.
Ada puisi-puisi yang kosakatanya diambil dari bahasa sehari-hari. Hal tersebut memberikan efek gaya yang realistis. Sebaliknya, penggunaan kata-kata indah memberi efek romantis.
Setelah menganalisis puisi tahap demi tahap, kita dapat menyimpulkan tema puisi, amanat/pesan, sikap penyair (feeling) dan nada puisi (tone). Tema adalah ide/ gagasan/pokok masalah yang disampaikan penyair melalui puisinya; amanat/pesan adalah nilai-nilai yang terkandung dalam puisi yang dapat dipetik oleh pembaca; sikap penyair adalah perasaan/sikap penyair terhadap tema yang ‘digarapnya’ dalam puisi (misalnya benci, kagum, antipati, simpati dan lain-lain); nada adalah cara penyair mengemukakan sikapnya (misalnya marah, keras, menyindir, putus asa, riang, penuh kekaguman dan sebagainya) Selengkapnya...

ilmu yang indah

Mengapa ilmu yang sangat indah ini,
yang menghemat kerja dan membuat hidup lebih mudah,
hanya membawa kebahagiaan yang sangat sedikit?
Ilmu yang seharusnya membebaskan kita dari pekerjaan yang melelahkan
spiritual malah menjadikan manusia budak-budak mesin.
Jawaban yang sederhana adalah karena kita belum lagi belajar
bagaimana menggunakannya secara wajar. (Albert Einstein)

KETIKA The Little Boy dan The Fat Man, dua bom atom AS, membubungkan
cendawan merah di langit Kota Hiroshima dan Nagasaki tepat 59 tahun
lalu yang diperingati pekan lalu, siapa pun akan miris
membayangkannya. Wajah murka teknologi tampil beringas.
Sorotnya bukan cuma telah membumihanguskan kota logistik nan cantik
Hiroshima, melainkan juga menebarkan paparan radiasi tinggi kepada
penduduknya. Lalu ribuan orang mati terpanggang dan terkena efek
somatik-genetik radiasi pengion.
Kemanusiaan kita pasti menyesalkan tragedi itu. Namun, seberapa jauh
kita bisa belajar dari peristiwa ini, menyikapi sains dan teknologi
secara arif? Ini adalah pekerjaan rumah kita.
Sains dalam praksis
Pasalnya, sains telah berkembang dengan sangat pesat. Ia yang semula
terikat pada spiritualitas, terus bergeser ke arah praksis. Sains
yang awalnya lebih merupakan aktivitas mental primum vivere, deinde
philosophari (berjuang dulu untuk hidup baru setelah itu berfalsafah)
telah menjelma dalam praksis sebagai "penjelas" (explain)
dan "peramal" (predict) fenomena alam.

Sejarah memperlihatkan, sains dan teknologi tidak serta-merta membawa
kebahagiaan dan membuat hidup lebih mudah. Penyelewengan teknologi
telah menjungkirbalikkan nilai manfaat itu. Karenanya teknologi
secara aksiologis perlu dikendalikan etika manusiawi agar penyesalan
Einstein di atas menjadi bermakna. Perlu adanya suatu kearifan
teknologi, yakni kearifan bagaimana menggunakan teknologi secara
wajar agar ia membawa berkah, bukan bencana.
Inilah yang perlu direnungkan saat memperingati tragedi Hiroshima-
Nagasaki.

Saya bukan seorang pelajar perkembangan sejarah ilmu dan teknologi,
namun sedikit banyak mengetahui mengenai sejarah perkembangan
teknologi nuklir serta aplikasinya.
Niscaya kekecewaan Einstein berkaitan dengan keterlibatannya dalam
upaya meyakinkan Presiden Roosevelt untuk memulai Manhattan Project
yang melahirkan bom atom dan berakibat digunakannya bom atom untuk
mengakhiri Perang Dunia ke-2. Kebetulan penemuan fisi nuklir oleh
Meitner dan Hahn serta Strassman terjadi pada tahun 1938, menjelang
pecahnya Perang Dunia ke-2 tersebut. Justru karena kekhawatiran akan
dikembangkannya senjata nuklir oleh pihak Nazi Jerman ketika itu,
maka Einstein membubuhkan tanda-tangannya pada surat kepada Presien
Roosevelt. Lahirlah Manhattan Project.
Ternyata kemudian, bahwa para ilmuwan Jerman menahan diri dalam
pengembangan senjata nuklir, sadar akan kebengisan Hitler. Namun hal
ini tidak diketahui oleh para ilmuwan Barat.
Setelah Perang Dunia ke-2 usai, sekali lagi dunia diliputi oleh
kecemasan: dengan pertarungan Barat lawan Timur, Amerika Serikat dan
sekutunya lawan Uni Sovyet dan sekutunya. Hal ini berlangsung selama
1945-1989. Pertarungan ini tampaknya sangat mereda sesudah jatuhnya
tembok Berlin dan pecahnya Uni Sovyet. Kini, tinggallah
senjata-senjata nuklir yang masih dimiliki oleh negara adikuasa, yang
jumlahnya membuat kita merinding dan berkeringat dingin. Ditambah
lagi dengan beberapa negara baru yang juga memiliki kemampuan untuk
memproduksi senjata nuklir.
Cukup alasan kiranya ucapan Einstein, bahwa umat manusia belum lagi
mampu mengelola ilmu dan teknologi semata-mata untuk kesejahteraan
manusia.

Dengan demikian, maka kelahiran ilmu dan teknologi nuklir yang
bertepatan dengan Perang Dunia ke-2 merupakan warisan kita umat
manusia agar lebih arif dalam membina hubungan antar-bangsa.
Seyogyanya negara adikuasa senantiasa mempergunakan forum PBB untuk
memecahkan persoalan-persoalan penting, dan janganlah mau menang
sendiri. Apalagi untuk kepentingan politik domestik yang sempit. Selengkapnya...

karya sastra

Melalui karya sastra, kita bakal melintasi panorama sejarah secara kritis. Bahkan, lantaran kecakapan sang pujangga meruwat fakta sejarah, sastra mampu menyuguhkan sejarah yang menyentil emosi serta menggugah kesadaran penikmatnya akan keunikan pojok sejarah –meminjam istilah Emha Ainun Najib (Cak Nun)– yang kadang tidak kita insafi.Misalnya, puisi karya pujangga Ronggowarsita (1802-1874) yang berjudul Serat Kalatida. Puisi tersebut mengisahkan masa komersialisasi tanah-tanah di Keraton Surakarta dan Mangkunegaran, yang anehnya dilakukan oleh kerabat keraton sendiri. Selain itu,Ronggowarsita dalam Serat Kalatida juga mengajukan protes sosial terhadap masuknya kapitalisme yang menyergap kraton Kejawen (Surakarta, Mangkunegaran dan Yogyakarta).Pada era kolonial Belanda,kita dibuat takjub akan kritik sosial sekaligus politik yang dibawa novel Max Havelaar karya Multatuli (1960).Novel ini mengisahkan bagaimana penderitaan yang dialami rakyat Indonesia, lantaran kebijakan tanam-paksa yang dikeluarkan. Dalam novel tersebut, rakyat kita digambarkan hidup enggan mati tak mau. Kemiskinan terjadi di manamana.Akibatnya, timbul protes di kalangan pribumi maupun dari pegawai Belanda sendiri menuntut upaya balas budi (politik etis). Novel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa k a r y a Pramudya Ananta Toer, merupakan sastra sejarah yang sangat lengkap.Dalam novel tersebut, Pram berhasil menyuguhkan kurun sejarah, hubungan antarmanusianya, perubahan-perubahan sosial pada peralihan abad 20.Demikian halnya novel-novel karya Abdoel Moeis, Surapati dan Robert anak Surapati, atau Tjoet Nja Din –buku yang diterjemahkannya dari bahasa Belanda karangan M.H. Szikely-Lolufs.Meminjam istilah Henry James (1951), cukuplah bagi sejarah dalam bentuk sastra bila berhasil menyuguhkan hal-hal sejarah dalam bentuk gambaran yang koherensi. Selain itu, ada beberapa keuntungan bagi sastrawan dalam merekonstruksikan peristiwa sejarah melalui karya sastra, di antaranya: pertama, peristiwa sejarah dapat menjadi bahan baku tanpa perlu pertanggungjawaban terlebih dahulu.Kedua,peristiwanya,situasi,kejadian, cukup diambil dari khazanah accepted history-nya bagi hal-hal masa lampau, atau dari common sense bagi peristiwa kontemporer. Prosedur kritik, interpretasi dan sintesis tidak diperlukan sastra sebagaimana sejarawan. Ketiga, jika tulisan sejarah keterbatasannya terletak pada objeknya yang mengaktual di masa lampau dan menutup diri di balik waktu.Sebaliknya dalam sastra, objek justru terletak dalam jangkauan waktu, praktis tanpa pembatasan-pembatasan intelektual dan material. Pelaku dan kejadian dalam sastra bisa saja semuanya imajiner, sementara penulis hanya mempertanggungjawabkan pekerjaan cerita. Pertanggungjawaban kebebasan pengarang sastra sejarah semata-mata hanya terletak pada kejujurannya.Meski sastra sejarah tetap sebagai sebuah karya imajiner, tidak lantas kita meragukan kadar kebenaran atau validitas sejarahnya. Untuk mengukur kadar validitas sejarah sebuah karya sastra, menurut Kuntowijoyo ada beberapa unsur yang mesti dimiliki sebuah karya sastra, di antaranya: pertama, unsur historical authenticy (keaslian sejarah).Unsur ini merupakan kualitas dari kehidupan batin, moralitas, heroisme, kemampuan untuk berkorban, keteguhan hati,dan sebagainya,atau yang khas dari suatu zaman dalam sebuah karya sastra. Kedua, unsur historical faithfulness (kesetiaansejarah). Unsur ini merupakan keharusan-keharusan sejarah yang didasarkan pada basis sosial ekonomi rakyat yang sesungguhnya.Misalnya kisah tragedi Roro Mendut.Kisah tersebut menggambarkan tragedi akibat “keharusan sejarah” dalam sistem birokrasi patrimonial Mataram, sistem alokasi kekuasaan d a n perang tradisional. Dan ketiga, unsur local colour atau diskripsi yang setia tentang keadaan-keadaan fisik,tata cara, peralatan dan sebagainya yang membantu memudahkan penghayatan sejarah.
Meski sejarawan J Huizinga (1959) sempat berkomentar miring bahwa sastra sejarah tetap tidak mampu menggantikan tulisan sejarah, tetapi setidaknya nilainilai kebenaran yang diusung karya sastra tetap merupakan keunggulan tersendiri yang independen, tanpa bakalan terpengaruh pada hegemoni penguasa.Sudah saatnya ada langkah kreatif dari para sejarawan dan sastrawan untuk berkolaborasi, dan saling bahu membahu dalam menyuguhkan sejarah yang sejati. Melalui sejarah yang autentik, generasi muda bisa belajar guna menata peradaban dan bangsa ini menjadi jauh lebih baik.(*)Sebelumnya penulis ingin mengutarakan sedikit tentang sastra sejarah, sastra sejarah mengandung dua unsur pemaknaan yang pertama dalam sastra mengandung sebuah karya teks tentang imajinasi dari seorang penulis yang di tuangkan dalam sebuah karya dan sebuah daya khayal dari seorang penulis yang mana sebuah karya akan menghasilkan karya yang berbeda pula jika karya tersebut di tulis dengan orang yang berbeda, karena setiap orang mempunyai imajinasi dan daya khayal yang juga berbeda.Yang kedua adalah mengandung nilai sejarah, yang mana sejarah adalah kejadian di masa lampau dan di masa sebelumnya, atau sebuah tragedi dan kejadian yang biasanya di amini oleh masyarakat.Pramoedya Ananta Toer juga bisa dicatat sebagai sastrawan yang mampu melampirkan teks-teks sejarah ke dalam teks-teks sastra. Anak Semua Bangsa dan Bumi Manusia adalah contoh penting di mana bahasa mampu berfungsi dalam mendefinisikan kehidupan dirinya dalam dua dunia; sastra dan sejarah.
Ternyata jawaban untuk konteks sastra sejarah terletak pada kemampuan mengelola bahasa dan pikiran yang selalu berdiri dalam dua petak yang berbeda. Fakta-fakta sejarah yang lurus harus dibangun atas keselarasan antara bahasa dan pikiran. Pada titik inilah sebagian sastrawan Indonesia yang menulis fiksi yang bersandar pada realitas sejarah tak cukup cermat mengawinkan kedua faktor penting itu. Selengkapnya...

HUBUNGAN DALAM KELUARGA

A. Kehadiran Anak Dalam Pernikahan
Keluarga berasal dari bahasa sanskerta: kula dan warga "kulawarga" yang berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah, bersatu’Keluarga inti("nuclear family") terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka.Pengertian Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.(Menurut Departemen Kesehatan RI (1998).Kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki,esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya. (Ki Hajar Dewantara)Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.(Menurut Salvicion dan Ara Celis). Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga adalah : - Unit terkecil dari masyarakat - Terdiri atas 2 orang atau lebih - Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah - Hidup dalam satu rumah tangga - Di bawah asuhan seseorang kepala rumah tangga - Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga - Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing - Diciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan
Peranan Keluarga Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut : 1. Peranan Ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. 2. Peranan Ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya. 3. Peran Anak : Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Fungsi Keluarga Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga, sebagai berikut :1. Fungsi Pendidikan. Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak bila kelak dewasa.2. Fungsi Sosialisasi anak. Tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. 3. Fungsi Perlindungan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman. 4. Fungsi Perasaan. Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga. 5. Fungsi Religius. Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada keyakinan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini. 6. Fungsi Ekonomis. Tugas kepala keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga bekerja untuk mencari penghasilan, mengatur penghasilan itu, sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga. 7. Fungsi Rekreatif. Tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak harus selalu pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat dilakukan di rumah dengan cara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dsb. 8. Fungsi Biologis. Tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk meneruskan keturunan sebagai generasi penerus. 9. Memberikan kasih sayang,perhatian,dan rasa aman diaantara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
Makna kehadiran anak dalam perkawinan
Dalam sebuah rumah tangga, sejak awal sejarah manusia sampai sekarang, kehadiran anak adalah berkat istimewa. Kehadiran anak- anak dalam keluarga merupakan sarana pelengkap kepribadian ayah dan ibu (suami-istri) dalam unit keluarga mereka. Jadi, tidak perlu heran kalau rumah tangga yang tidak (belum) mempunyai anak terasa agak sepi.
Dalam unit keluarga tetap saja merasa kesepian sebab jumlah penduduk di bumi ini tidak dapat menggantikan kehadiran anak dalam keluarga. Keturunan itu bagian dari berkat Allah.
Tugas dan kewajiban mulia bagi orang tua dalam keluarga ialah mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Dibutuhkan sifat seperti kasih sayang, kesabaran, ketabahan menanggung sesuatu, belas kasihan, dan pengertian yang mendalam. Hal ini memerlukan proses serta latihan yang mungkin sampai beberapa tahun, sampai dapat menghaluskan dan meninggikan martabat hidup ibu dan ayah, sekaligus mengikis sifat-sifat yang tidak baik yang sudah ada sebelum mereka menikah atau sebelum keduanya punya anak.
Intinya ialah anak (berapa pun jumlahnya) adalah karunia Tuhan kepada pasutri yang bersatu dalam wadah perkawinan. Tuhan menitipkan anak kepada kita selaku orang tua, namun anak itu sendiri adalah milik Tuhan. Sebab Dialah yang menciptakan kita manusia, termasuk anak-anak kita. Jika kita menyadari bahwa anak adalah milik Allah dan berasal dari Dia yang dititipkan dalam rumah tangga kita (bagi yang punya anak), tanggung jawab kita juga berat. Pasangan yang tidak mempunyai anak, dilihat dari sisi tanggung jawab, sebenarnya tidak seberat pasangan yang memiliki anak.
Perlu kita sadari bahwa anak-anak sekarang adalah orang dewasa di masa depan. Mereka adalah harapan bangsa pada masa mendatang. Selaku orang tua kita harus mengasuh mereka dengan benar. Berikan kepada mereka peraturan dan disiplin yang dipadukan dengan cinta dan kasih sayang yang mendalam, penuh pengertian, dan dilakukan dengan sabar. Dengan demikian, anak-anak kita sejak kecil sampai dewasa nanti hidup dalam jalan Tuhan dan berguna bagi sesama manusia.


Konflik Dalam Rumah Tangga

Tidak ada rumah tangga yang bebas dari konflik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konflik adalah percekcokan, perselisihan, pertentangan. Di dalam bingkai rumah tangga, ada banyak sebab yang bisa menimbulkan konflik. Perbedaan pola pikir, pola asuh, kebudayaan, pola pendidikan, dll.

Tingkat konflik dalam rumah tangga pun bisa bervariasi, dari yang levelnya ringan, sampai yang levelnya berat. Mulai dari hanya sekedar menentukan program tivi apa yang akan ditonton, sampai bentuk pengasuhan terhadap anak yang akan diterapkan.

Namun bagaimanapun juga, kalau dikelola dengan baik, sebuah konflik tidaklah harus bisa membuat perpecahan ataupun dampak yang besar bagi kedua pasangan.

Ada dua pendekatan yang bisa dilakukan untuk dapat mengelola konflik menjadi hal yang hanya akan menambah kebaikan dalam keluarga.

Preventif atau Pencegahan

Pertama, miliki cinta
cinta adalah penerimaan yang utuh terhadap pasangan, kelebihannya dan juga termasuk kekurangannya. Dengan begitu, kita menjadi orang yang realistis, bahwa pasangan kita bukanlah malaikat yang tanpa cacat, tidak punya cela; dengan penerimaan yang utuh ini pula kita bisa memberikan ruang yang cukup luas untuk dapat kompromi dengan perbedaan-perbedaan yang ada.

Kedua, masuki gerbang pernikahan dengan niat karena Allah semata
Pernikahan adalah salah satu bentuk Sunnah Rasulullah SAW. Dengan menjadikan landasan agama sebagai salah satu bentuk pondasi pernikahan, ada kekuatan yang lebih yang Insya Allah bisa menahan gejolak konflik yang ada.

Ketiga, komunikasi yang sehat
Keterbukaan, kejujuran, dan kemampuan komunikasi yang baik seperti mampu mengenali kondisi, situasi, waktu dan cara yang baik untuk menyampaikan pesan, menjadi kunci dari sebuah komunikasi yang sehat.

Keempat, pahami kewajiban masing-masing
Seorang suami harusnya bisa mendidik, mengajarkan sang istri dengan pendidikan agama yang benar, mencukupi kebutuhannya, memberikan nafkah, mencintainya (menaruh rasa cemburu kepadanya), tidak mendzaliminya, dst. Ini semua memerlukan pemahaman agama yang baik.
Begitupula dengan seorang istri yang shalehah, bisa menyenangkan, patuh kepada suami -selama tidak bermaksiat kepada Allah SWT, dapat menjaga kehormatannya, dan amanah jika suaminya sedang tidak bersamanya.

Kelima, pahami karakter, sifat, dan preferensi sikap pasangan anda

Tiap individu itu unik, tidak ada yang sama. Bahkan dalam satu keluargapun, antara kakak-beradik belum tentu memiliki karakter, sifat dan kesukaan yang sama. Karenanya, pemahaman terhadap karakter, sifat dan kesukaan pasangan tentu menjadi hal yang penting.

Keenam, bersyukurlah
Bagaimanapun kondisi pasangan anda, bersyukurlah, karena bisa jadi ia-lah pasangan yang paling tepat buat anda. Jangan “lihat ke kanan-kiri” ketika ada hal-hal yang kurang pada pasangan, sama-sama perbaiki, saling introspeksi, bersemangat dalam meningkatkan kebaikan dalam diri masing-masing, juga pada diri pasangan anda.
Kesalahan Orang Tua Dalam Pendidikan Anak
Meskipun banyak orang tua yang mengetahui, bahwa mendidik anak merupakan tanggung jawab yang besar, tetapi masih banyak orang tua yang lalai dan menganggap remeh masalah ini. Sehingga mengabaikan masalah pendidikan anak ini, sedikitpun tidak menaruh perhatian terhadap perkembangan anak-anaknya.Lalai atau salah dalam mendidik anak itu bermacam-macam bentuknya ; yang tanpa kita sadari memberi andil munculnya sikap durhaka kepada orang tua, maupun kenakalan remaja.
Berikut ini sepuluh bentuk kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
[1]. Menumbuhkan Rasa Takut Dan Minder Pada Anak
Kadang, ketika anak menangis, kita menakut-nakuti mereka agar berhenti menangis. Kita takuti mereka dengan gambaran hantu, jin, suara angin dan lain-lain. Dampaknya, anak akan tumbuh menjadi seorang penakut : Takut pada bayangannya sendiri, takut pada sesuatu yang sebenarnya tidak perlu ditakuti. Misalnya takut ke kamar mandi sendiri, takut tidur sendiri karena seringnya mendengar cerita-cerita tentang hantu, jin dan lain-lain.
Dan yang paling parah tanpa disadari, kita telah menanamkan rasa takut kepada dirinya sendiri. Atau misalnya, kita khawatir ketika mereka jatuh dan ada darah di wajahnya, tangan atau lututnya. Padahal semestinya, kita bersikap tenang dan menampakkan senyuman menghadapi ketakutan anak tersebut. Bukannya justru menakut-nakutinya, menampar wajahnya, atau memarahinya serta membesar-besarkan masalah. Akibatnya, anak-anak semakin keras tangisnya, dan akan terbiasa menjadi takut apabila melihat darah atau merasa sakit.
[2]. Mendidiknya Menjadi Sombong, Panjang Lidah, Congkak Terhadap Orang Lain. Dan Itu Dianggap Sebagai Sikap Pemberani.
Kesalahan ini merupakan kebalikan point pertama. Yang benar ialah bersikap tengah-tengah, tidak berlebihan dan tidak dikurang-kurangi. Berani tidak harus dengan bersikap sombong atau congkak kepada orang lain. Tetapi, sikap berani yang selaras tempatnya dan rasa takut apabila memang sesuatu itu harus ditakuti. Misalnya : takut berbohong, karena ia tahu, jika Allah tidak suka kepada anak yang suka berbohong, atau rasa takut kepada binatang buas yang membahayakan. Kita didik anak kita untuk berani dan tidak takut dalam mengamalkan kebenaran.
[3]. Membiasakan Anak-Anak Hidup Berfoya-foya, Bermewah-mewah Dan Sombong.
Dengan kebiasaan ini, sang anak bisa tumbuh menjadi anak yang suka kemewahan, suka bersenang-senang. Hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak peduli terhadap keadaan orang lain. Mendidik anak seperti ini dapat merusak fitrah, membunuh sikap istiqomah dalam bersikap zuhud di dunia, membinasakah muru’ah (harga diri) dan kebenaran.
[4]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak
Sebagian orang tua ada yang selalu memberi setiap yang diinginkan anaknya, tanpa memikirkan baik dan buruknya bagi anak. Padahal, tidak setiap yang diinginkan anaknya itu bermanfaat atau sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya si anak minta tas baru yang sedang trend, padahal baru sebulan yang lalu orang tua membelikannya tas baru. Hal ini hanya akan menghambur-hamburkan uang. Kalau anak terbiasa terpenuhi segala permintaanya, maka mereka akan tumbuh menjadi anak yang tidak peduli pada nilai uang dan beratnya mencari nafkah. Serta mereka akan menjadi orang yang tidak bisa membelanjakan uangnya dengan baik.
[5]. Selalu Memenuhi Permintaan Anak, Ketika Menangis, Terutama Anak Yang Masih Kecil.
Sering terjadi, anak kita yang masih kecil minta sesuatu. Jika kita menolaknya karena suatu alasan, ia akan memaksa atau mengeluarkan senjatanya, yaitu menangis. Akhirnya, orang tua akan segera memenuhi permintaannya karena kasihan atau agar anak segera berhenti menangis. Hal ini dapat menyebabkan sang anak menjadi lemah, cengeng dan tidak punya jati diri.
[6]. Terlalu Keras Dan Kaku Dalam Menghadapi Mereka, Melebihi Batas Kewajaran.
Misalnya dengan memukul mereka hingga memar, memarahinya dengan bentakan dan cacian, ataupun dengan cara-cara keras lainnya. Ini kadang terjadi ketika sang anak sengaja berbuat salah. Padahal ia (mungkin) baru sekali melakukannya.
[7]. Terlalu Pelit Pada Anak-Anak, Melebihi Batas Kewajaran
Ada juga orang tua yang terlalu pelit kepada anak-anaknya, hingga anak-anaknya merasa kurang terpenuhi kebutuhannya. Pada akhirnya mendorong anak-anak itu untuk mencari uang sendiri dengan bebagai cara. Misalnya : dengan mencuri, meminta-minta pada orang lain, atau dengan cara lain. Yang lebih parah lagi, ada orang tua yang tega menitipkan anaknya ke panti asuhan untuk mengurangi beban dirinya. Bahkan, ada pula yang tega menjual anaknya, karena merasa tidak mampu membiayai hidup. Naa’udzubillah mindzalik
[8]. Tidak Mengasihi Dan Menyayangi Mereka, Sehingga Membuat Mereka Mencari Kasih Sayang Diluar Rumah Hingga Menemukan Yang Dicarinya.
Fenomena demikian ini banyak terjadi. Telah menyebabkan anak-anak terjerumus ke dalam pergaulan bebas –waiyadzubillah-. Seorang anak perempuan misalnya, karena tidak mendapat perhatian dari keluarganya ia mencari perhatian dari laki-laki di luar lingkungan keluarganya. Dia merasa senang mendapatkan perhatian dari laki-laki itu, karena sering memujinya, merayu dan sebagainya. Hingga ia rela menyerahkan kehormatannya demi cinta semu.
[9]. Hanya Memperhatikan Kebutuhan Jasmaninya Saja.
Banyak orang tua yang mengira, bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Banyak orang tua merasa telah memberikan pendidikan yang baik, makanan dan minuman yang bergizi, pakaian yang bagus dan sekolah yang berkualitas. Sementara itu, tidak ada upaya untuk mendidik anak-anaknya agar beragama secara benar serta berakhlak mulia. Orang tua lupa, bahwa anak tidak cukup hanya diberi materi saja. Anak-anak juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Bila kasih sayang tidak di dapatkan dirumahnya, maka ia akan mencarinya dari orang lain.
[10]. Terlalu Berprasangka Baik Kepada Anak-Anaknya
Ada sebagian orang tua yang selalu berprasangka baik kepada anak-anaknya. Menyangka, bila anak-anaknya baik-baik saja dan merasa tidak perlu ada yang dikhawatirkan, tidak pernah mengecek keadaan anak-anaknya, tidak mengenal teman dekat anaknya, atau apa saja aktifitasnya. Sangat percaya kepada anak-anaknya. Ketika tiba-tiba, mendapati anaknya terkena musibah atau gejala menyimpang, misalnya terkena narkoba, barulah orang tua tersentak kaget. Berusaha menutup-nutupinya serta segera memaafkannya. Akhirnya yang tersisa hanyalan penyesalan tak berguna.
Menyeleksi Untuk Pendidikan Anak
Biasanya, ada beberapa fokus perhatian yang dijadikan standar sekolah bagus oleh para orangtua dan yang ajaibnya standar ini dari tahun ke tahun berubah mengikuti perkembangan jaman. Masa bersekolah adalah masa untuk belajar bagaimana mencapai tujuan yang dalam hal ini adalah lulus, bagaimana mengatur jadwal agar dapat mencapai tujuan tersebut namun tetap menyeimbangkan dengan kehidupan pribadi, bagaimana mengorganisir teman-teman agar dapat membantu mencapai tujuan, dan bagaimana mempraktekkan cara-cara bersosialisasi dengan baik dan benar.
Faktor yang mendukung anak untuk sukses menjalani kehidupan setelah masa bersekolah adalah sebagai berikut :
1. Integritas : menjalankan dan kesesuaian antara hal-hal yang diucapkan dan diyakini dengan kehidupan nyata.
2. Disiplin : kemampuan untuk mengolah diri sendiri sehingga mampu mencapai tujuan
3. Keterampilan sosial : kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain
4. Memiliki pasangan yang mendukung baik dalam suka dan duka.
5. Bekerja lebih keras dibandingkan dengan orang lain
Sebaiknya, kita tidak perlu membingungkan hal tersebut. Karena ada faktor yang lebih mendasar lagi daripada memikirkan dimana anak kita harus bersekolah. Faktor tersebut adalah kondisi keluarga, tempat anak-anak tersebut bertumbuh dan berproses.







Daftar Pustaka

Geogle.19-04-2009 14:51:49 WIB Oleh : Syamsul Arifin
As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1424H/20004M, Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Jl Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton, Gondangrejo – Solo





















TUGAS
KOLABORASI GURU DAN ORANG TUA
Tentang
HUBUNGAN DALAM KELUARGA


Disusun oleh kelompok 3

Helviana sari 01445
Landa amilenora 01446
Os jumiati 01447
Dona komala sari 01448
Novri atriani 01449
Sartika handayani 01450
Deslinetria 01451




PENDDIDIKAN GURU-PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2009 Selengkapnya...

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN MORAL REMAJA AKHIR

Keyword : Remaja Akhir, Penghayatan Pendidikan Agama Islam, Moral
peningkatan dan kesempurnaan dalam mengatasi kegoncangan dan berbagai macam perasaan, yang satu sama lain bertentangan, sehingga remaja menjadi terombang ambing antara berbagai gejolak emosi yang saling bertentangan. Maka mereka ingin mengembangkan agama untuk mengikuti perkembangan dan alur jiwanya yang sedang bertumbuh pesat, remaja ingin agar agama menyelesaikan kegoncangan-kegoncanganyang terjadi dalam diri mereka. Faktor penting dalam hal itu adalah melalui penghayatan pendidikan agam Islam, dengan penghayatan agama Islam sejak dini akan memberikan arahan yang positif bagi remaja sehingga akan dapat menjadi pengendali dalam menghadapi keinginan dan dorongan yang timbul dalam diri mereka. Karena adanya penghayatan, dan arah tujuan dalam berperilaku tersebut, maka moral remaja akan menjadi baik dan tidak menyimpang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penghayatan pendidikan agama Islam dengan moral remaja akhir. Instrumen dalam penelitiannya menggunakan skala penghayatan pendidikan agama Islam dan skala moral, analisa datanya menggunakan korelasi product moment untuk melihat adanya hubungan antar dua variabel.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 April 2002. Dengan menggunakan purposive sampling untuk menentukan subyek penelitian, jumlah sampel adalah 50 responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada korelasi yang sangat signifikan, yang ditunjukkan dengan nilai (r = 0,488 ; p = 0,000) antara penghayatan pendidikan agama Islam dengan moral remaja akhir. Jadi semakin tinggi penghayatan pendidikan agama Islam remaja semakin baik moral remaja tersebut, Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan remaja dalam kehidupan selanjutnya.
Deskripsi Alternatif :

peningkatan dan kesempurnaan dalam mengatasi kegoncangan dan berbagai macam perasaan, yang satu sama lain bertentangan, sehingga remaja menjadi terombang ambing antara berbagai gejolak emosi yang saling bertentangan. Maka mereka ingin mengembangkan agama untuk mengikuti perkembangan dan alur jiwanya yang sedang bertumbuh pesat, remaja ingin agar agama menyelesaikan kegoncangan-kegoncanganyang terjadi dalam diri mereka. Faktor penting dalam hal itu adalah melalui penghayatan pendidikan agam Islam, dengan penghayatan agama Islam sejak dini akan memberikan arahan yang positif bagi remaja sehingga akan dapat menjadi pengendali dalam menghadapi keinginan dan dorongan yang timbul dalam diri mereka. Karena adanya penghayatan, dan arah tujuan dalam berperilaku tersebut, maka moral remaja akan menjadi baik dan tidak menyimpang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penghayatan pendidikan agama Islam dengan moral remaja akhir. Instrumen dalam penelitiannya menggunakan skala penghayatan pendidikan agama Islam dan skala moral, analisa datanya menggunakan korelasi product moment untuk melihat adanya hubungan antar dua variabel.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 April 2002. Dengan menggunakan purposive sampling untuk menentukan subyek penelitian, jumlah sampel adalah 50 responden.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada korelasi yang sangat signifikan, yang ditunjukkan dengan nilai (r = 0,488 ; p = 0,000) antara penghayatan pendidikan agama Islam dengan moral remaja akhir. Jadi semakin tinggi penghayatan pendidikan agama Islam remaja semakin baik moral remaja tersebut, Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan remaja dalam kehidupan selanjutnya.

Copyrights : Copyright © 2002 by UPT. Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Malang.Verbatim copying and distribution of this entire article is permitted by author in any medium, provided this notice is preserved. Selengkapnya...