;
headline photo

HAM di INDONESIA

Rabu, 08 Desember 2010

HAM DI INDONESIA
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai seseorang sejak ia dalam kandungan dan merupakan pemberian dari Tuhan.HAM Berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1
Contoh hak asasi manusia (HAM):
• Hak untuk hidup.
• Hak untuk memperoleh pendidikan.
• Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain.
• Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama.
• Hak untuk mendapatkan pekerjaan.

Wajah HAM di Indonesia kelihatannya masih buram walau secercah harapan sebenarnya telah tergoreskan secara pasti dalam konstitusi yang menyiratkan bahwa HAM tersurat dan menjadi ketentuan hukum yang kuat dan mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa diskriminasi.
Namun dalam tataran implementasi masih jauh panggang daripada api. Ketentuan hukumnya sudah sangat baik, tetapi pelaksanaannya masih sangat jauh dari harapan. Korban-korban HAM masih terus bertambah, berbagai kasus HAM tidak terselesaijan secara tuntas.
Komnas HAM yang diharapkan sebagai lembaga yang dibangun untk menyelesaikan masalah HAM di Indonesia dengan slogannya yang kelihatan indah, “HAM untuk SEMUA” kelihatan perannya hanya sebatas tempat mengadu dan kolektor berbagai persolan HAM di Indonesia.
Demikian juga Departeman Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang hadir di tengah-tengah lautan persoalan HAM di Indonesia dengan otoritas yang sangat kuat dan slogannnya yang sangat luar biasa, “Semua untuk HAM-HAM untuk Semua” ternyata juga lemah dalam menyelesaikan masalah-masalah HAM di negeri ini, apalagi kalau pelanggar-pelanggar HAM melibatkan petinggi-petinggi negeri maka ketidakberdayaan itu semakin jelas dan keberpihakan muncul secara telanjang.
Kalau terjadi pelanggaran HAM di lapangan, yang sering terjadi adalah tindakan aparat hukum yang melakukan pembiaran atas tindak pelanggaran dan baru turun tangan setelah pelanggaran HAM terjadi, dan ironisnya pelanggarnya dibiarkan pergi dan korbanlah yang berurusan dengan aparat.
Salah satu contoh yang marak terjadi adalah pelanggaran HAM dalam hal kebebasan beribadah dan beragama. Korban yang sudah menderita karena teror, intimidasi, dan penganiayaan, tambah menderita lagi, karena “demi” keamanan dan ketertiban”korban diharuskan menutup tempat ibadahnya dan dilarang melakukan kegiatan ibadah di tempat tersebut.
HAM juga kelihatan lebih menarik dijadikan komoditas politik terutama menjelang Pemilu 2009, HAM mulai dilirik dan diangkat kepermukaan oleh parpol-parpol peserta Pemilu 2009 tentunya dengan janji-janji manis untuk menuntaskan berbagai persoalan HAM di Indonesia. Tetapi nanti dulu, mari kita lihat janji Presiden kita pada Pemilu 2004, pada tahap awal pemerintahannya. SBY berpidato dengan semangat yang luar biasa dan meyakinkan dalam tema pidato yang juga luar biasa meyakinkan dan menjanjikan: “INDONESIAKU UNTUK SEMUA, MAJU BERSAMA, MAKMUR BERSAMA.”
Dalam pidatonya, Susilo Bambang Yudhoyono yang saat ini adalah Presiden Republik Indonesia mengatakan: “Setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama, secara hukum tidak boleh lagi ada perlakuan yang diskriminatif dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Oleh karenanya di tahap awal pemerintahan saya nanti, saya pastikan dilakukan evaluasi dan penghentian setiap aturan dan praktek kehidupan dikriminatif, baik yang terjadi di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Kita harus bersama-sama menjalankan gerakan “DISKRIMINASI-NO!” (Disampaikan dalam HUT Partai democrat di Istora Senayan, 9/9 2004).
Janji haruslah ditepati, apalagi janji-janji yang diucapakan di hadapan rakyat dan sesungguhnya untuk rakyat yang juga memilihnya, janji, bukan hanya harus tetapi wajib untuk ditepati. Kelihatannya menjelang akhir pemerintahannya masih banyak PR yang belum terselesaikan. Misalnya berbagai pelanggaran HAM yang masih banyak terjadi dan belum terselesaikan secara tuntas, seperti: kejahatan terhadap kemanusiaan, diskriminasi, penindasan, intimidasi, pemberangusan kekerasan terhadap anak, trafficking, perusakan lingkungan dan perusakan serta penutupan rumah ibadah.
Regulasi yang diharapkan dapat menyelesaikan masalah ketidak-rukunan dalam masyarakat seperti SKB 1969 dan Perber 2006 ternyata tidak ada korelasinya dengan kerukunan dan ketidak-rukunan di dalam masyarakat, karena terbukti berdasarkan data yang menggambarkan Korelasi Perusakan dan Penutupan Rumah ibadah dengan SKB 1969 dan Perber 2006, terbukti intensitas penutupan rumah ibadah justru semakin meningkat. Sebelum diterbitkannya SKB 1969 rata-rata penutupan Gereja 1 gereja per 4,8 tahun, sedangkan pada masa pemberlakuan SKB selama 37 tahun rata-rata gereja yang ditutup 2-3 gereja per bulan dan pada masa Perber yang baru berjalan 17 bulan 3-4 gereja per bulan.
Intensitas penutupan/perusakan tertinggi terjadi pada masa pemerintahan BJ Habibie.
Begitu banyak data dan cukup bukti atas terjadinya pelanggaran HAM, terutama terhadap rumah ibadah dan hak untuk beribadah, namun aneh tapi nyata, tidak seorang pun pelanggar hukum dan HAM ini ditangkap, diadili dan dihukum!
Hak Atas Kebebasan
“Hak atas kebebasan beragama dan beribadah adalah kebebasan dasar (fundamental freedom rights) yang melekat (inherent) dalam diri setiap manusia yang tidak boleh direnggut oleh siapa pun dan tidak terbatas oleh ruang dan waktu.”

REGULASI YANG MENDASARI HAK ATAS KEBEBASAN
•Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28e
(1) Setiap orang berhak memeluk agama dan ber-ibadah menurut
agamanya,memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
Memilih kewarganegaraan,memilih tempat tinggal di wilayah negara
dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
• Undang-Undang RI No 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 22
(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
• Pernyataan Umum Tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pasal 18. “Setiap orang
berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama;dalam hal ini
termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan
untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkannya,
mempraktekkannya, melaksana-kan ibadahnya dan mentaatinya, baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain,dimuka umum maupun
sendiri”
• Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Pasal 18.
(1) Setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan
beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut, atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum maupun tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran.
(2) Tidak seorangpun boleh dipaksa sehingga meng-ganggu kebebasannya
untuk Menganut atau menerima suatu agama atau keper-cayaanya sesuai dengan pilihannya
JAMINAN ATAS KEBEBASAN
• UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2
“Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing masing dan ber-ibadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”
• UU RI No 39 Tahun 1999 Pasal 22 ayat 2.
“Negara menjamin kemerdekaan setiap orang me-meluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu”
• Sejauh mana Negara melakukan kewajibannya memberikan perlindungan
yang memadai? Sejauh mana negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pen-
duduk beragama dan beribadah ?
• Penutupan, Perusakkan dan Pembakaran tempat ibadah dimanapun dan
dengan alasan apapun adalah Pelanggaran terhadap hak-hak dasar atas
kebebasan beragama dan berkeyakinan
Ketentuan-ketentuan HAM menjadi ketentuan-ketentuan konstitusi di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini tentunya mengandung konsekuensi bahwa ketentuan-ketentuan tersebut harus dilaksanakan secara konsisten dan harmonis dalam segala bentuk kebijakan, peraturan dan administrasi penyelenggaraan Pemerintahan Negara Republik Indonesia dari tingkat Pusat, daerah, kabupaten/kota sampai ke kelurahan/desa.
Tugas, wewenang dan kewajiban pemerintah adalah menjamin kepastian terlaksananya Kebebasan Beragama dan Beribadah menurut Agama dan kepercayaannya itu” (UUD 1945 Pasal 29 ayat 2).
“Sungguh betapa bahagia bila setiap insan di negeri yang kita cintai ini bebas memeluk agama dan dapat menjalankan ibadahnya dengan aman dan damai tanpa gangguan, intimidasi ataupun teror!”
RULE OF LAW
A. Latar Belakang Rule of Law
Latar belakang kelahiran rule of law:
1. Diawali oleh adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan pemerintahan Negara.
2. Sarana yang dipilih untuk maksud tersebut yaitu Demokrasi Konstitusional.
3. Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitusional adalah konsepsi negara hukum.
Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring degan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law bukan rule by the man.
Unsure-unsur rule of law menurut A.V. Dicey terdiri dari:
- Supremasi aturan-aturan hukum.
- Kedudukan yang sama didalam menghadapi hukum.
- Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut rule of law adalah:
5. Adanya perlindungan konstitusional.
6. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
7. Pemilihan umum yang bebas.
8. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
9. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
10. Pendidikan kewarganegaraan.
Ada tidaknya rule of law pada suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan adil, baik sesame warga Negara maupun pemerintah.
Untuk membangun kesadaran di masyarakat maka perlu memasukan materi instruksional rule of law sebagai salah satu materi di dalam mata kuliah Pendidikan Kewareganegaraan (PKn). PKn adalah desain baru kurikulum inti di PTU yang menjunjung pencapaian Visi Indonesia 2020 (Tap. MPR No. VII/MPR/2001) dan Visi Pendidikan Tinggi 2010 (HELTS 2003-2010-DGHE). Materinya merupakan bentuk penjabaran UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
B. Pengertian Rule of Lau
Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi dua yaitu:
Pertama, pengertian secara formal (in the formal sence) diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), misalnya nrgara. Kedua, secara hakiki/materiil (ideological sense), lebih menekankan pada cara penegakannya karena menyangkut ukuran hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law terkait erat dengan keadilan sehingga harus menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat.
Rule of law merupakan suatu legalisme sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
C. Prinsip-prinsip Rule of Law di Indonesia
● Prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:
a. bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,…karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan “eri keadilan”;
b. …kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan makmur;
c. …untuk memajukan “kesejahteraan umum”,…dan “keadilan social”;
d. …disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu “Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”;
e. “…kemanusiaan yang adil dan beradab”;
f. …serta dengan mewujudkan suatu “eadilan social” bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian inti rule of law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat terutama keadilan social.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat didalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu a. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3), b. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggaraakan peradilan guna menegakan hokum dan keadilan (pasal 24 ayat 1), c. Segala warga Negara bersamaan kedudukanya didalam hokum dan pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1), d. Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hokum (pasal 28 D ayat 1), dan e. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).
● Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan (penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum) “the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung kenyataan bahwa rule of law merupakan institusi social yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan pembuatan system peraturan dan prosedur yang sengaja bersufat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait rule of law telah banyak dihasilkan di Indonesia, tetapi implementasinya belum mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of law belum dirasakan dimasyarakat.
D. Strategi Pelaksanaan (Pengembangan) Rule of Law
Agar pelaksanaan rule of law bias berjalan dengan yang diharapkan, maka:
a. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap bangsa.
b. Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
c. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakan secara adil juga memihak pada keadilan.
Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan lain. Asumsi dasar hokum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and order”, kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.
Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.
2. Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan apapun.
3. Legalitas terwujud dalam segala bentuk.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia (Masyarakat Transparansi Internasional: 2005).
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:
o Kasus korupsi KPU dan KPUD;
o Kasus illegal logging;
o Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA);
o Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika ;
o Kasus perdagangan wanita dan anak.


1 Komentar::

Faceminang mengatakan...

Makasih kunjungannya gan...

Posting Komentar

♥♥♥Eit..Eit..kayanya pengunjung mau kirim komentar nih tentang bacaan barusan..ya dah..NAME/URL juga boleh kok..Makasih yah.. ♥♥♥