;
headline photo

PERTAMBAHAN PENDUDUK dan LINGKUNGAN PEMUKIMAN

Selasa, 02 Maret 2010

Penataan ruang tidak lagi semata menjembatani kepentingan ekonomi dan sosial. Lebih jauh dari kedua hal itu (ekonomi dan sosial), penataan ruang telah berubah orientasinya pada aspek yang benar-benar berpihak untuk kepentingan lingkungan hidup, sebagai konsekuensi keikut-sertaan Indonesia pada upaya menekan pemanasan global. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, telah ditegaskan mengenai tujuan penyelenggaraan penataan ruang yaitu mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, serta menciptakan keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Penataan ruang yang berpihak pada lingkungan hidup perlu ditegakkan bersama karena sebelumnya, logika penataan ruang yang hanya mengikuti selera pasar, dalam kenyataan telah mengancam keberlanjutan. Hal ini dapat dicermati dari keberadaan lahan-lahan produktif dan kawasan buffer zone berada dalam ancaman akibat konversi lahan secara besar-besaran untuk kepentingan penyediaan lahan yang mempunyai land rent tinggi seperti peruntukan lahan untuk permukiman, industri, perdagangan serta pusat-pusat perbelanjaan. Diperkirakan sekitar 15 ribu – 20 ribu ha per tahun lahan pertanian beririgasi beralih fungsi menjadi lahan non pertanian, serta tidak sedikit kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) terdegradasi. Berdasarkan data (Bappenas, 2002) terdapat sekitar 62 Daerah Aliran Sungai (dari 470 Daerah Aliran Sungai) terdegradas akibat dari penebangan hutan yang tidak terkendali dari hulu sungai. Tekanan lingkungan lainnya adalah menyangkut laju urbanisasi yang akan tumbuh sekitar 4,4 persen per tahun. Oleh karena itu diperkirakan, pada tahun 2025 nanti terdapat sekitar 60 persen penduduk Indonesia (167 juta orang) berada di perkotaan. Bila penataan ruang tidak mengikuti logika pembangunan keberlanjutan, maka dapat dipastikan bahwa kota-kota besar yang telah berkembang saat ini akan selalu berada tekanan social yang sangat tinggi. Dilihat dari perspektif ekologis bahwa pertumbuhan penduduk yang cepat dapat berdampak kepada meningkatnya kepadatan penduduk, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan mutu lingkungan secara menyeluruh. Menurut Soemarwoto (1991:230-250) bahwa secara rinci dampak kepadatan penduduk sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang cepat terhadap kelestarian lingkungan adalah sebagai berikut:
(1) Meningkatnya limbah rumah tangga sering disebut dengan limbah domestik. Dengan naiknya kepadatan penduduk berarti jumlah orang persatuan luas bertambah. Karena itu jumlah produksi limbah persatuan luas juga bertambah. Dapat juga dikatakan di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, terjadi konsentrasi produksi limbah.
(2) Pertumbuhan penduduk yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang melahirkan industri dan sistem transport modern. Industri dan transport menghasilkan berturut-turut limbah industri dan limbah transport. Di daerah industri juga terdapat kepadatan penduduk yang tinggi dan transport yang ramai. Di daerah ini terdapat produksi limbah domsetik, limbah industri dan limbah transport.
(3) Akibat pertambahan penduduk juga mengakibatkan peningkatan kebutuhan pangan. Kenaikan kebutuhan pangan dapat dipenuhi dengan intensifikasi lahan pertanian, antara lain dengan mengunakan pupuk pestisida, yang notebene merupakan sumber pencemaran. Untuk masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian, maka seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan pertanian juga akan meningkat. Sehingga ekploitasi hutan untuk membuka lahan pertanian baru banyak dilakukan. Akibatnya daya dukung lingkungan menjadi menurun. Bagi mereka para peladang berpindah, dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang sedemikian cepat, berarti menyebabkan tekanan penduduk terhadap lahan juga meningkat. Akibatnya proses pemulihan lahan mengalami percepatan. Yang tadinya memakan waktu 25 tahun, tetapi dengan semakin meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan maka bisa berkurang menjadi 5 tahun. Saat dimana lahan yang baru ditinggalkan belum pulih kesuburannya.
(4) Makin besar jumlah penduduk, makin besar kebutuhan akan sumber daya. Untuk penduduk agraris, meningkatnya kebutuhan sumber daya ini terutama lahan dan air. Dengan berkembangnya teknologi dan ekonomi, kebutuhan akan sumber daya lain juga meningkat, yaitu bahan bakar dan bahan mentah untuk industri. Dengan makin meningkatnya kebutuhan sumber daya itu, terjadilah penyusutan sumber daya. Penyusutan sumber daya berkaitan erat dengan pencemaran. Makin besar pencemaran sumber daya, laju penyusunan makin besar dan pada umumnya makin besar pula pencemaran.
Tingkat laju pertumbuhan Indonesia dalam beberapa tahun ke depan bukan mustahil akan menyalip Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 227 juta jiwa, sedangkan penduduk AS berjumlah 315 juta jiwa. Dari hasil survei, pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun bertambah 3,2 juta jiwa.

Secara kuantitas jumlah ini sama dengan jumlah seluruh penduduk Singapura. Kepala BKKBN Sugiri Syarief menunjukkan bahwa program KB ternyata mengalami stagnasi dengan angka rata-rata seorang wanita mempunyai anak selama masa subur secara nasional pada 2007 tetap berada di angka 2,6 dibanding 2003. Jumlah penduduk Indonesia saat ini menduduki nomor empat terbanyak di dunia setelah China dengan 1,3 miliar jiwa, India dengan 1,2 miliar, dan AS nomor ketiga dengan 315 juta. (Republika, 2 Juni 2009)

Bergesernya pola hidup masyarakat dan tingginya tuntutan hidup modern yang makin sulit dikejar menyebabkan terjadinya banyak stressor atau penyebab stress yang menyerang masyarakat metropolis. Tidak mengherankan bila gangguan kejiwaan pun menjadi salahsatu penyakit tren masyarakat kota dewasa ini. Indikatornya, jelas terlihat dari banyaknya pasien non psikosa (bukan kejiwaan) yang dirawat instalasi Ilmu Kedokteran Jiwa berbagai RSU.

Sebelum berakibat lebih parah, selayaknya kita bercermin pada berbagai kejadian khusus yang cenderung muncul di perkotaan. Jakarta, Surabaya, Medan dan kota besar lainnya tidak hanya tampak indah dengan gedung-gedung pencakar langit dengan arsitektur modern dan deretan mobil mewah yang berseliweran. Kota-kota ini tidak hanya gagah karena gemerlapnya lampu-lampu kota yang menghidupkan suasana malam. Namun, di balik gemerlap semua itu, kota ini juga mempunyai berbagai masalah pelik sebagai kota besar yang notabene menjadi sasaran kaum urban sebagaimana dialami kota-kota besar lain di berbagai belahan dunia.

Akumulasi berbagai masalah klasik akibat peningkatan jumlah penduduk kota yang cepat makin dirasakan dampaknya, mulai dari kemiskinan, pencemaran, pengangguran, hingga kriminalitas dan sebagainya. Diperburuk lagi, kini banyak problema lingkungan hidup kota sehingga pelestarian lingkungan makin berkurang dan perencanaan kota jadi tidak sesuai dengan kenyataan akibat pengaturan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) baik kota maupun propinsi yang sering tidak sinkron. Buntut dari rangkaian masalah itu tidak lain adalah tingkat daya dukung kota terhadap kehidupan warga yang makin rendah.

Mengalami Lonjakan

Secara umum, pertumbuhan penduduk kota-kota di dunia cenderung mengalami lonjakan yang sangat fenomenal, sementara pada saat yang sama, kualitas lingkungan cenderung menurun. Lebih dari setengah jumlah penduduk di dunia sekarang ini tinggal di perkotaan. Masalah-masalah perkotaan, seperti kepadatan lalu lintas, pencemaran udara, perumahan dan pelayanan masyarakat yang kurang layak, kriminal, kekerasan dan penggunaan obat-obat terlarang menjadi masalah yang harus dihadapi masyarakat perkotaan. Sangat wajar, apabila kecenderungan tersebut terus-menerus tidak ditangani maksimal, ibarat bola salju yang makin lama makin membesar, dan akhirnya memicu runtuhnya kekuatan psikologis masyarakat.

Jika penduduk Surabaya tahun 2010 diasumsikan berjumlah 5 juta jiwa, berarti setiap jiwa hanya disuplai oleh lingkungan alam lebih kurang seluas 650 meter persegi, padahal dalam suplai udara bersih, tidak ada ruang lagi untuk mendapatkannya. Penyebabnya adalah jumlah penggunaan kendaraan bermotor yang makin meningkat sehingga akan menghasilkan gas polutan bahan-bahan insektisida. Masalah polusi udara di dalam ruangan adalah yang paling kerap kita hadapi sehari-hari. Menurut laporan EPA (Environmental Protection Agency) 26.000 jiwa meninggal dalam setiap tahunnya yang diakibatkan dari polusi udara dalam ruangan. Sementara menurut laporan WHO sebanyak 12,5 juta jiwa mengalami gangguan kesehatan akibat polusi udara tersebut.(Sardiyoko:2002)



2 Komentar::

Anonim mengatakan...

Ya...tapi dikit aja ko... Artikel2 seperti ini perlu untuk memberikan pencerahan bagi masyarakat yang awam tentang hal-hal terkait lingkungan, sehingga memungkinkan mereka untuk berkontribusi bagi keberlanjutan kehidupan di bumi.

BhestMilla SC mengatakan...

akan sangat menyenangkan kalau anda mencantumkan nama atau email jadi kita bisa sharing ilmu mengenai lingkungan tersebut.. pandangan anda hebat sekali..terima kasih.!!

Posting Komentar

♥♥♥Eit..Eit..kayanya pengunjung mau kirim komentar nih tentang bacaan barusan..ya dah..NAME/URL juga boleh kok..Makasih yah.. ♥♥♥