;
headline photo

MEMAHAMI BIROKRASI

Selasa, 12 Januari 2010

PENDEKATAN DALAM MEMAHAMI BIROKRASI
Dalam memahami Birokrasi dapat digunakan 3 Pendekatan (Zauhar, 1996):
1.Birokrasi dipandang sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan dan aparat administrasi publik (Birokrasi Weber). Pemikiran Max Weber yang yelah dikupas tuntas oleh Martin Albrow menjelaskan bahwa Weber tidak pernah mendefinisikan birokrasi. Biasanya ia telah diasumsikan membuat definisi tersebut dan kegagalannya untuk membuat demikian bertentangan dengan usahanya untuk mendefinisikan konsep-konsep analisis organisasi lain. Memang jelas bahwa Weber tidak menganggap istilah “birokrasi” sebagai bahasa ilmu sosial. Apa yang dikerjakannya secara hati-hati adalah merinci segi-segi apa yang dipandangnya sebagai bentu birokrasi yang paling rasional. Salah satu petunjuk bagi konsep umum Birokrasi Weber, tampak dalam identifikasinya terhadap jenis birokrasi yang lain terpisah dari tipe paling rasional. Inilah Birokrasi Patrimonial. Birokrasi Patrimonial ini berbeda dengan birokrasi rasional terutama karena para pejabat yang bekerja tidak bebas dibanding orang-orang yang diangkat secara kontraktual. Weber menemukan contoh-contoh tersebut dalam Imperium Romawi terakhir, dalam Mesir Kuno dan dalam Imperium Bizantium. Namun demikian, hakekat gagasan birokrasi patrimonial adalah keberadaan suatu badan. Konsep tentang pejabat (Beamter) merupakan dasar bagi konsep tentang birokasi. Hal itu diperkuat dengan seringnya Weber dalam berbagai kesempatan menggunakan breamtentum (staf pegawai) sebagai suatu alternatif bagi birokrasi (Sarundajang, 2003).
2.Birokasi dipandang sebagai organisasi yang membengkak dan jumlah pegawainya besar (Parkinson Law). Parkinson Law mengatakan:
a.Setiap Pegawai Negeri akan berusaha sekuat tenaga meningkatkan jumlah pegawai bawahannya
b.Setiap Pegawai Pegeri akan selalu menciptakan tugas baru bagi dirinya sendiri yang sering diragukan manfaat dan artinya
c.Karena itu laju birokrasi akan meningkat dan jumlah pegawai akan naik secara otomatis tidak tergantung dari beban tugas yang diperlukan
3.Birokrasi dipandang sebagai perluasan kekuasaan pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan masyarakat (Orwelisasi).

KARAKTERISTIK IDEAL BIROKRASI
Ilmuwan yang sangat berpengaruh dalam pengembangan teori birokrasi adalah Max Weber, seorang sosiolog jerman yang juga ahli hukum. Weber pernah menulis buku wirtschaft und gesellchaft (teori organisasi sosial dan ekonomi) yang didalamnya terdapat salah satu bab mengenai birokrasi. Karya itu sampai sekarang dikenal konsep tipe ideal birokrasi. Konsep tipe ideal ini kurang dikenal tentang kritiknya terhadap seberapa jauh peran birokrasi terhadap kehidupan politik, atau bagaimana peran politik terhadap birokrasi. Birokrasi Weberian hanya menekankan bagaimana seharusnya mesin birokrasi itu secara profesional dan rasional dijalankan. Menurutnya, birokrasi dan institusi lainnya dapat dilihat sebagai “kehidupan kerja yang rutin” (routines of workday life). Untuk menyeimbangkan kerja rutin tersebut, ia memperkenalkan gagasan mengenai “charisma” yang direfleksikan dalam bentuk kepemimpinan yang kharismatik. Weber mengamati bahwa birokrasi membentuk proses administrasi yang rutin sama persis dengan mesin pada proses produksi.
Dalam model yang diajukan Weber, birokrasi memiliki karakteristik ideal sebagai berikut (dalam Islamy, 2003):
1.Pembagian Kerja/ Spesialisasi (division of labor)
Dalam menjalankan berbagai tugasnya, birokrasi membagi kegiatan-kegiatan pemerintahan menjadi bagian-bagian yang masing-masing terpisah dan memiliki fungsi yang khas. Pembagian kerja seperti ini memungkinkan terjadinya spesialisasi fungsi. Dengan cara seperti ini, penugasan spesialis untuk tugas-tugas khusus bisa dilakukan dan setiap mereka bertanggung jawab atas keberesan pekerjaannya masing-masing.
Aktivitas yang reguler mensyaratkan tujuan organisasi didistribusikan dengan cara yang tetap dengan tugas-tugas kantor (official duties). Pemisahan tugas secara tegas memungkinkan untuk memperkerjakan ahli yang terspesialisasi pada setiap posisi dan menyebabkan setiap orang bertanggungjawab terhadap kinerja yang efektif atas tugas-tugasnya. Karena itu tugas-tugas birokrasi hendaknya dilakukan oleh masing-masing pegawai yang benar-benar memiliki keahlian khusus (specialized expert) dan bertanggung jawab demi tercapainya tujuan organisasi secara efektif dan efisien.
2.Adanya prinsip hierarki wewenang (the principle of hierarchi)
Ciri khas birokrasi adalah adanya wewenang yang disusun secara hierarkis atau berjenjang. Hierarki itu berbentuk piramid yang memiliki konsekuensi semakin tinggi suatu jenjang berarti pula semakin besar wewenang yang melekat di dalamnya dan semakin sedikit penghuninya. Hierarki wewenang ini sekaligus mengindikasikan adanya hierarki tanggung jawab. Dalam hierarki itu setiap pejabat harus bertanggung jawab kepada atasannya mengenai keputusan-keputusan dan tindakan-tindakannya sendiri maupun yang dilakukan oleh anak buahnya. Pada setiap tingkat hierarki, para pejabat birokrasi memiliki hak memberi perintah dan pengarahan pada bawahannya, dan para bawahan itu berkewajiban untuk mematuhinya. Sekalipun begitu, ruang lingkup wewenang memberi perintah itu secara jelas dibatasi hanya pada masalah-masalah yang berkaitan langsung dengan kegiatan resmi pemerintahan.
Organisasi birokrasi mengikuti prinsip hirarki sehingga setiap unit yang lebih rendah berada dalam pengendalian dan pengawasan organisasi yang lebih tinggi. Setiap pegawai dalam hirarki administrasi bertanggungjawab kepada atasannya. Keputusan dan tindakan harus dimintakan persetujuan kepada atasan. Agar dapat membebankan tanggungjawabnya kepada bawahan, ia memiliki wewenang/ kekuasaan atas bawahannya sehingga ia mempun¬yai hak untuk mengeluarkan perintah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh bawahan. Meskipun masing-masing pegawai yang berada pada jenjang mempunyai otoritas-birokratis tetapi penggunaan otoritas tersebut tetap harus relevan dengan tugas-tugas resmi organisasi.
3.Adanya sistem aturan (system of rules)
Kegiatan pemerintahan diatur oleh suatu sistem aturan main yang abstrak. Aturan main itu merumuskan lingkup tanggung jawab para pemegang jabatan di berbagai posisi dan hubungan di antara mereka. Aturan-aturan itu juga menjamin koordinasi berbagai tugas yang berbeda dan menjamin keseragaman pelaksanaan berbagai kegiatan itu.
Operasi kegiatan dalam birokrasi dilaksanakan berdasarkan sistem aturan yang ditaati secara konsisten. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin adanya unuformitas kinerja setiap tugas dan rasa tanggung jawab masing-masing anggota organisasi bagi pelaksanaan tugasnya. Sistem yang distandarkan ini dirancang untuk menjamin adanya keseragaman dalam melaksanakan setiap tugas, tanpa memandang jumlah personil yang melaksanakan dan koordinasi tugas – tugas yang berbeda-beda. Aturan-aturan yang eksplisit tersebut menentukan tanggung jawab setiap anggota organisasi dan hubungan diantara mereka, namun tidak berarti bahwa kewajiban birokrasi sangat mudah dan rutin. Tugas – tugas birokrasi memiliki kompleksitas yang bervariasi, dari tugas-tugas klerikal yang sifatnya rutin hingga tugas – tugas yang sulit.
4.Hubungan Impersonal (formalistic impersonality)
Para pejabat birokrasi harus memiliki orientasi impersonal. Mereka harus menghindarkan pertimbangan pribadi dalam hubungannya dengan bawahannya maupun dengan anggota masyarakat yang dilayaninya. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan yang adil bagi semua orang dan persamaan pelayanan administrasi.
Idealnya pegawai- pegawai bekerja dengan semangat kerja yang tinggi “sine era et studio” tanpa rasa benci atas pekerjaannya atau terlalu berambisi. Standar operasi prosedur dijalankan tanpa adanya interferensi (dicampur) kepentingan personal. Tidak dimasukannya pertimbangan personal adalah untuk keadilan dan efisiensi. Impersonal detachment menyebabkan perlakuan yang sama terhadap semua orang sehingga mendorong demokrasi dalam sistem administrasi.
5.Sistem Karier (career system)
Pekerjaan dalam birokrasi pemerintah adalah pekerjaan karier. Para pejabat menduduki jabatan dalam birokrasi pemerintah melalui penunjukan, bukan melalui pemilihan; seperti anggota legislatif. Mereka jauh lebih tergantung pada atasan mereka dalam pemerintahan daripada kepada rakyat pemilih. Pada prinsipnya, promosi atau kenaikan jenjang didasarkan pada senioritas atau prestasi, atau keduanya. Dalam kondisi tertentu, birokrat itu juga memperoleh jaminan pekerjaan seumur hidup.
Terdapat sistem promosi yang didasarkan pada senioritas atau prestasi, atau kedua-duanya. Karyawan dalam organisasi birokratik berdasarkan pada kualifikasi tehnik dan dilindungi dari penolakan sepihak. Kebijakan personal seperti itu mendorong tumbuhnya loyaritas terhadap organisasi dan semangat kelompok (esprit de corps) di antara anggota organisasi.
Menurut Max Weber, Birokrasi adalah organisasi rasional yang dibentuk untuk memperlancar aktivitas pemerintahan. Oleh karena itu Karakteristik birokrasi diatas dapat diimplementasikan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal jabatan mereka
2.Ada hierarki jabatan yang jelas
3.Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara jelas
4.Para pejabat diangkat berdasarkan suatu kontrak
5.Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi profesional
6.Mereka memiliki gaji dan hak-hak pensiun, secara berjenjang menurut kedudukan masing-masing.
7.Para pejabat dapat menempati posnya dan dalam keadaan tertentu ia dapat diberhentikan
8.Pos jabatan adalah lapangan kerjanya sendiri atau lapangan kerja pokoknya.
9.Ada struktur Karir dan promosi dimungkinkan melalui senioritas dan keahlian (merit system) maupun keunggulan (superioritas). Pejabat mungkin saja tidak sesuai denganposnya maupun dengan sumber-sumber yang tersedia diposnya, namun ia tunduk pada sistem disiplin dan kontrol yang seragam.
Birokrasi seperti yang digambarkan oleh Weber itu memiliki banyak kelebihan, diantaranya
1.Pembagian kerja akan menghasilkan efisiensi.
2.Hierarki wewenang memungkinkan pengendalian atas berbagai ragam jabatan dan memudahkan koordinasi yang efektif.
3.Aturan main akan menjamin kesinambungan dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintah, walaupun para pejabatnya berganti-ganti, dan dengan demikian bisa menumbuhkan keajegan perilaku.
4.Impersonalitas hubungan menjamin perlakuan yang adil bagi semua anggota masyarakat dan mendorong timbulnya pemerintah yang demokratik.
5.Kemampuan teknis menjamin bahwa hanya orang-orang yang ahli yang akan menduduki jabatan pemerintahan. Dan jaminan keberlangsungan jabatan membuat para pejabat itu tidak mudah dijatuhkan oleh tekanan-tekanan dari luar.
Pendeknya, dengan karakteristik seperti itu birokrasi akan bisa berfungsi sebagai sarana yang mampu rnelaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan secara efektif dan efisien. Model birokrasi Weber itu juga memuat asumsi bahwa birokrasi menjalankan fungsi “administratif”, yaitu menerapkan kebijakan publik yang dibuat melalui mekanisme proses “politik” yang dilakukan oleh pejabat politik, bukan birokrat karier. Dengan pemisahan administrasi dari proses politik itu, maka birokrat diharap bisa bersikap netral dalam hal politik. Pejabat yang bersikap netral dalam politik diharapkan akan dengan patuh mengabdi pada rakyat, bukan demi kepentingan sekelompok orang atau kelompok politik tertentu.
Bentuk ideal Birokrasi Max Weber dalam realitanya tidak mudah untuk diiimplementasikan. Hal ini paling tidak disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini:
1.Manusia Birokrasi tidak selalu ada (exist) hanya untuk organisasi.
2.Birokrasi sendiri tidak peka terhadap perubahan sosial
3.Birokrasi dirancang untuk semua orang sehingga menjadi lebih sulit
4.Dalam kehidupan sehari-hari manusia birokrasi berbeda dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.
Karakter Birokrasi semacam ini dapat disebut sebagai Organizational Slack. Yakni organisasi Birokrasi yang cenderung bersifat patrimonialistik yakni;
-tidak efisien, tidak efektif (over consuming and under producing), tidak objektif,
-menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik,
-tidak mengabdi pada kepentingan umum,
-tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil menjadi ‘penguasa’ yang sangat otoritatif dan represif.
Ciri-ciri Birokrasi yang mengalami penyakit Organizational Slack dapat ditandai dengan kondisi berikut ini (Suryono, 2001):
1.Menurunnya kualitas pelayanan yang diberikan.
2.Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam public alarm agar pemerintah responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya organizational slack ini menurut Irfan Islamy (1998) adalah:
1.Pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku
2.Visi Pelayanan yang sempit
3.Penguasaan atas adminitrative engineering yang tidak memadai
4.Unit-unit Publik yang semakin gemuk namun tidak difalitisasi dengan 3P yang cukup dan handal (personalia, peralatan dan pengangaran).
Akibatnya aparat Birokrasi publik menjadi lamban dan lebih sering terjebak pada kegiatan-kegitan rutin, tidak responsif atas aspirasi dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi dengan lingkungannya.
Menurut Shoutherland 1978 (dalam Hariyoso, 2002) ciri-ciri Birokrasi Publik dapat dikenali dari segi:
a.ciri-ciri kelekatan moral publik (public morallity attached)
b.Pegangan kode etika profesional dan orientasi imajinatif pada tujuan publik, mitos, nilai-nilai/ norma konstitusi (normative attachement)
c.Merupakan sinerji antara manajemen tujuan (MBO) dan manajemen informasi (MIS) )yang berbasis kepentingan publik
Disamping berbagai kelebihan yang ada tersebut, berikut ini adalah kritik terhadap konsepsi birokrasi Weber (Islamy, 2003):
1.Birokrasi yang rasional cenderung berimplikasi pada pemisahan orang-orang dari sarana-sarana produksi dan dapat menumbuhkan formalisme dalam organisasi.
2.Sifat kecermatan, keandalan dan kedisiplinan dalam birokrasi rasional dapat menghancurkan dirinya sendiri.
3.Aturan-aturan yang ketat itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan mungkin bisa menjadi tujuan itu sendiri, padahal aturan itu tidak lain sekedar penuntun yang tidak sempurna.
4.Struktur jabatan/ karier yang hierarkis bisa mendorong timbulnya solidaritas kelompok yang mengakibatkan perlawanan terhadap perubahan yang diperlukan.
5.Norma impersonalitas pegawai/ pejabat dalam menjalankan tugas pelayanannya bisa menyebabkan timbulnya konflik dengan para pengguna layanan (masyarakat).
6.Tidak ada prinsip/ azas yang berlaku abadi, situasi yang berbeda memerlukan struktur birokrasi yang berbeda pula.
G. MODEL-MODEL BIROKRASI
Ditinjau dari pola hubungan yang terjadi antara negara dan rakyat, maka birokrasi dapat dikategorikan dua model. Model pertama, merupakan titik pemberangkatan yang meletakkan birokrasi dalam posisi netral. Birokrasi yang netral merupakan gambaran yang cocok seperti diidealkan Weber. Dia melukiskan birokrasi sebagai pelayan publik dalam menjalankan fungsi fungsi negara, mengayomi warganya. Model ini dapat diidentikkan dengan birokrasi yang memiliki karakter sebagai berikut: Ramping, Fleksibel,Memberdayakan,Mengatur Dan Mengontrol,Kompetisi, Tergantung Pada Misi, Berorientasi Hasil/ Outcom, Mengutamakan Kebutuhan Masyarakat, Pelayanan Harus Menghasilkan, Preventif, Desentralisas,Market Oriented,Realistik-Pragmatis
Pada model kedua, birokrasi lebih dipandang sebagai patologi yang melahirkan berbagai persoalan dalam kehidupan masyarakat. Sudah barang tentu dan sudah pada tempatnya bila sikap birokrat menempatkan diri pada posisi yang pertama. Guna mencapai puncak puncak kinerjanya birokrasi harus menyiasati bagaimana menempatkan masyarakat sebagai pelanggan seperti halnya dunia swasta memandang pelanggan sebagai raja. Gabler & Osborne (1992) memandang birokrasi harus berorientasi dan memandang masyarakat sebagai pelanggan. Dengan perkataan lain efektivitas kinerja harus diupayakan seoptimal mungkin. Persoalannya dibanyak negara, dan sudah menjadi wacana dikalangan pakar administrasi negara, munculnya fenomena bahwa biarokrasi tidak netral. Birokrasi seperti ini dapat diidentikkan karakternya sebagai berikut Gemuk/ Tambun, Melay, Melaksa,Monopoli,Tergantung Pada ,Berorientasi Prosedur/ Formalis, Mengutamakan Program Birokrasi, Menghabiskan Uang Pelayanan, Preskriptif,Sentralisasi/ Personal Work Government Oriented,,Sloganis

RINGKASAN
1.Birokrasi sering dipahami dalam dua perspektif, yakni positif dan negatif. Perspektif positif menyatakan bahwa eksistensi birokrasi merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan masyarakat modern. Sedangkan perspektif negatif menyatakan bahwa birokrasi hanya menimbulkan inefisiensi besar-besaran yang dilegalisasi oleh badan/ institusi resmi yakni negara, karenanya birokrasi harus dihilangkan dari kehidupan masyarakat, paling tidak dengan menggalakkan proses debirokratisasi.
2.Birokrasi secara umum dapat dimaknai sebagai sistem kerja organisasi baik publik maupun swasta yang mengatur ke dalam maupun keluar organisasi. Aturan-aturan tersebut diciptakan dalam rangka menciptakan ketertiban dalam proses interaksi sosial antar manusia.


0 Komentar::

Posting Komentar

♥♥♥Eit..Eit..kayanya pengunjung mau kirim komentar nih tentang bacaan barusan..ya dah..NAME/URL juga boleh kok..Makasih yah.. ♥♥♥