;
headline photo

Pencemaran udara

Minggu, 10 Januari 2010

Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, mSumber polusi udara
Pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu, pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.
Atmosfer merupakan sebuah sistem yang kompleks, dinamik, dan rapuh. Belakangan ini pertumbuhan keprihatinan akan efek dari emisi polusi udara dalam konteks global dan hubungannya dengan pemanasan global, perubahan iklim dan deplesi ozon di stratosfer semakin meningkat.
Kegiatan manusia
•Transportasi
•Industri
•Pembangkit listrik
•Pembakaran (perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis bahan bakar)
•Gas buang pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti (CFC)
engganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Transportasi sebagai sarana dan fasilitas yang diciptakan oleh teknologi masa kini ternyata menambah permasalahan dalam pencemaran udara. Namun, apakah kesalahan pencemaran udara dilimpahkan begitu saja kepada pengguna atau pembuat teknologi tersebut?, tidak juga seperti itu, karena kuantitas transportasi dan juga kualitasnya juga perlu diperhatikan, bahkan kebijakan-kebijakan pemerintah tentang transportasi juga perlu diperhatikan. “Pada masa sekarang ini, pencemaran udara di Indonesia 70%nya diakibatkan oleh emisi kendaraan bermotor, karena kendaraan bermotor memiliki zat-zat yang berbahaya bagi udara disekitar kita, antara lain adalah timbal/timah hitam (Pb), suspended particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida fotokimia (Ox)”.

Faktor Penyebab Pencemaran Udara (Causes)
Masalah pencemaran udara pada umumnya hanya dikaitkan dengan sumber pencemar, namun sebetulnya banyak faktor-faktor lain yang secara tidak langsung bertanggungjawab terhadap terjadinya pencemaran udara. Beberapa faktor yang memiliki pengaruh penting diantaranya adalah pertumbuhan penduduk dan laju urbanisasi yang tinggi, pengembangan tataruang yang tidak seimbang, tendensi perubahan gaya hidup yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi, ketergantungan terhadap minyak bumi, serta rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dan pengambil keputusan mengenai masalah pencemaran udara.

1. Pertumbuhan Penduduk dan Laju Urbanisasi
Pertumbuhan penduduk dan laju urbanisasi yang tinggi merupakan faktor-faktor penyebab pencemaran udara yang penting di perkotaan. Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi mendorong pengembangan wilayah perkotaan yang semakin melebar ke daerah pinggiran kota/daerah penyangga. Sebagai akibat, mobilitas penduduk dan permintaan transportasi semakin meningkat. Jarak dan waktu tempuh perjalanan sehari-hari semakin bertambah karena jarak antara tempat tinggal dan tempat kerja atau aktivitas lainnya semakin jauh dan kepadatan lalu lintas menyebabkan waktu tempuh semakin lama.
Indikasi kebutuhan transportasi dapat dilihat pada perkiraan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang pesat jika skenario business-as-usual atau tanpa pengelolaan sistem transportasi masih berlaku.
Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan kebutuhan akan transportasi mengakibatkan bertambahnya titik-tik kemacetan yang akan berdampak pada peningkatan pencemaran udara.
3. Pertumbuhan Ekonomi yang Mempengaruhi Gaya Hidup
Industri manufaktur di Indonesia tumbuh signifikan pada pertengahan 1990 sebelum krisis ekonomi terjadi di Indonesia dan Asia pada tahun 1998. Indonesia menjadi negara tujuan untuk pengembangan industri dengan pertimbangan murahnya biaya tenaga kerja dan disediakannya beberapa insentif oleh pemerintah, seperti pemberian tax holiday dan insentif fiskal lainnya; termasuk pula pengembangan kawasan industri beserta infrastrukturnya dengan tujuan agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan sekaligus menciptakan lebih banyak lapangan kerja.

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi perubahan gaya hidup penduduk kota adalah kontribusi sektor industri manufaktur dan sektor jasa terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu kota. Pada umumnya di kota-kota besar kontribusi sektor industri manufaktur dan sektor jasa (perdagangan, restoran, hotel) telah melampaui kontribusi sektor primer (pertanian dan pertambangan) dalam PDRB.
Perubahan struktur ekonomi kota tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga dapat menimbulkan dampak negatif. Salah satunya adalah meningkatnya pencemaran udara karena meningkatnya konsumsi energi untuk kegiatan industri, pengangkutan orang dan barang, dan kebutuhan rumah tangga.
Pertumbuhan ekonomi juga mendorong perubahan gaya hidup penduduk kota sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan. Walaupun bukan menjadi satu-satunya alasan, namun meningkatnya pendapatan ditambah dengan adanya kemudahan-kemudahan pembiayaan yang diberikan lembaga keuangan telah membuat masyarakat kota berupaya untuk tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan pokok tetapi juga berupaya meningkatkan taraf hidup atau status sosial, misalnya dengan memiliki mobil, sepeda motor, dan barang-barang lainnya serta menggunakannya dengan frekuensi yang lebih sering sehingga pada akhirnya akan menambah konsumsi energi.
5. Perhatian Masyarakat
Partisipasi aktif masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan pengendalian pencemaran udara. Menyadari hal tersebut dan dengan dipromosikannya kebijakan good governance di semua sektor maka pemerintah kota dan beberapa institusi non pemerintah telah berupaya melaksanakan kegiatan kampanye peningkatan kesadaran masyarakat mengenai polusi udara serta berupaya untuk melibatkan masyarakat dalam menetapkan suatu kebijakan. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, telah dicapai tingkat kesadaran masyarakat dan pengambil keputusan yang relatif tinggi seperti yang diperlihatkan pada hasil survei yang telah dilaksanakan oleh LP3ES dan Asdep Emisi – KLH di beberapa kota serta CAP Swisscontact tahun 1999 – 2005 khusus di DKI Jakarta. Namun tingkat kesadaran tersebut ternyata belum mampu menggerakkan mereka untuk melakukan tindakan nyata penurunan pencemaran udara. Ini berarti dukungan dan partisipasi masyarakat dan pemerintah terhadap upaya pengendalian pencemaran udara masih tetap rendah. Meskipun beberapa Pemerintah Kota menyadari kondisi tersebut, namun belum ada upaya khusus yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat secara sistematis.
Semburan deru asap kendaraan

bermotor di penjuru kota telah menyumbang berton-ton polutan ke udara kota, yang siap diirup hidung siapa pun termasuk anak balita. Dampaknya sangat mengerikan. Menyebabkan penyakit saluran pernapasan, mata, jantung, darah tinggi dan tentu saja kematian. Maka pemerintah perlu terus melakukan pembenahan dalam membuat aturan lingkungan dan pengawasan terhadap gas buang atau uji emisi kendaraan serta mempertegas peraturan dan sanksi agar kondisi tersebut tidak makin kritis.
Pencemaran udara yang disebabkan industri dapat menimbulkan asphyxia dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu melepas CO2disebabkan gas beracun besar konsentrasinya dedalam atmosfirseperti CO2, H2S, CO, NH3, dan CH4. Kekurangan ini bersifat akurat dan keracunan bersifat sistemik penyebab adalah timah hitam, Cadmium,Flour dan insektisida .
umlah penduduk yang sangat besar 19.000 juta harus benar-benar ditangani. Masalah pemukiman sangat penting diperhatikan.
Pada saat ini pembangunan di sektor perumahan sangat berkembang, karena kebutuhan yang utama bagi masyarakat. Perumahan juga harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik ditinjau dari segi bangungan, drainase, pengadaan air bersih, pengolalaan sampah domestik uang dapat menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk pembangunan asap dapur.
dewasa ini lingkungan hidup sedang menjadi perhatian utama masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia umumnya.
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta pada tahun 2025 (Tabel 3.1). Walaupun demikian, pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama periode 2000-2025 menunjukkan kecenderungan terus menurun. Dalam dekade 1990-2000, penduduk Indonesia bertambah dengan kecepatan 1,49 persen per tahun, kemudian antara periode 2000-2005 dan 2020-2025 turun menjadi 1,34 persen dan 0,92 persen per tahun. Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat kelahiran dan kematian, namun penurunan karena kelahiran lebih cepat daripada penurunan karena kematian. Crude Birth Rate (CBR) turun dari sekitar 21 per 1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 15 per 1000 penduduk pada akhir periode proyeksi, sedangkan Crude Death Rate (CDR) tetap sebesar 7 per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.

ABSTRAK
Persoalan kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup adalah dua hal yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Terjadinya kerusakan lingkungan dapat berdampak kepada kehidupan manusia secara makro. Oleh karena itu perlu adanya upaya kedepan secara bijak guna tetap mempertahan kelestarian dan kualitas lingkungan yaitu dengan mencegah adanya praktek bad governance dan menumbuhkan sikap good governance.
Penduduk Dan Lingkungan

Masalah kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup merupakan dua permasalahan yang kini sedang dihadapi bangsa Indonesia, khususnya maupun negara-negara lainnya di dunia umumnya. Brown (1992:265-280), menyatakan bahwa masalah lingkungan hidup dan kependudukan yaitu masalah pencemaran lingkungan fisik, desertifikasi, deforestasi, overs eksploitasi terhadap sumber-sumber alam, serta berbagai fenomena degradasi ekologis semakin hari semakin menujukkan peningkatan yang signifikan. Keprihatinan ini tidak saja memberikan agenda penanganan masalah lingkungan yang bijak. Namun juga merupakan “warning” bagi kehidupan, bahwa kondisi lingkungan hidup sedang berada pada tahap memprihatinkan.
Pertumbuhan penduduk yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang melahirkan industri dan sistem transport modern. Industri dan transport menghasilkan berturut-turut limbah industri dan limbah transport. Di daerah industri juga terdapat kepadatan penduduk yang tinggi dan transport yang ramai. Di daerah ini terdapat produksi limbah domsetik, limbah industri dan limbah transport.
Kerusakan Lingkungan Pada Aspek Pertanian Dan Kehutanan

Kerusakan lingkungan dari aspek pertanian dan kehutanan merupakan dua sektor yang menonjol. Pertambahan penduduk, penggunaan teknologi modern dan tidak adanya kesadaran terhadap lingkungan adalah faktor penyebab kerusakan lingkungan. Di bidang pertanian, dengan semakin besar jumlah penduduk maka kebutuhan akan bahan makanan semakin meningkat. Untuk itu perlu usaha meningkatkan produksi bahan-bahan makanan semakin meningkat. Untuk itu perlu usaha meningkatkan produksi bahan makanan secara memadai. Diantaranya dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Penggunaan teknologi modern seperti benih unggul, sistem irigasi, pupuk dan berbagai bahan kimia lainnya untuk memberantas hama, secara nyata telah memberikan kontribusi yang besar dalam meningkatkan produksi pertanian. Revolusi hijau yang pernah mengantarkan Indonesia ke arah swasembada pangan pada tahun 1984 adalah bukti betapa ampuhnya teknologi modern dalam meningkatkan produksi pertanian terutama bahan makanan secara nasional. Kewajiban untuk menggunakan bahan kimia dalam rangka revolusi hijau menyebabkan sebagian besar petani beralih dari cara-cara tradisional menjadi lebih modern dengan teknologinya.
Secara kuantitas, Wijono (1998), menyatakan bahwa revolusi hijau telah memberikan berkah yang sangat besar terhadap kemampuan penyediaan bahan pangan secara nasional. Produktifitas pertanian perhektar, terutama padi meningkat dengan drastis. Sebagai contoh, produksi padi pada tahun 1968 hanya 2,58 ton perhektar, namun sejak dilakukan revolusi hijau mulai tahun 80—an, pada tahun 1989 meningkat menjadi 4,98 ton per-hektar. Suatu peningkatan luar biasa untuk ukuran produksi padi tiap hektarnya. Namun untuk mendapatkan hasil sebesar itu dibutuhkan pupuk dalam jumlah yang cukup banyak pula. Diperkirakan rata-rata pemakaian pupuk mencapai 350 kg per-hektar. Apalagi sejak dicanangkannya program Supra Insus, pemakaian pupuk (urea, amonium sulfat dan sejenisnya) cenderung berlebihan dan melampaui batas yang dianjurkan.
Selanjutnya dalam rangkaian perkembangan hasil dari pemakaian pupuk dalam revolusi hijau, ternyata menyimpan bom waktu yaitu akibat dari pemakaian pupuk yang terlalu berlebihan telah menyebabkan tercemarnya lingkungan perairan dan sungai, hal ini karena berbagai jenis pupuk yang dipakai tersebut ternyata dapat menyebabkan tumbuhnya gulma air. Di samping itu ada beberapa jenis insektisida (golongan organokhlorin) merupakan ancaman terbesar terhadap kualitas air (Wijono, 1998). Ternyata sejak diperlakukannya revolusi hijau pada tahun 1960-an, dengan penggunaan bahan kimia yang sangat berlebihan telah menyebabkan kematian ribuan petani. Dengan demikian pemakaian atau penggunaan bahan-bahan kimia yang sangat besar telah menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan yang berakibat kepada menurunnya derajat kesehatan masyarakat.
Selanjutnya dijelaskan oleh Jones (1993) bahwa sektor kehutanan telah mengalami satu delematika yang tajam. Satu sisi hutan merupakan sumber daya alam yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat (walaupun dalam prakteknya, justru hanya untuk kepentingan kelompok orang), semantara disisi lain, pemerintah mempunyai kewajiban untuk tetap menjaga dan memelihara kelestarian hutan dengan segala isinya. Akan tetapi dalam keadaan seperti ini ternyata terjadi tarik menarik, dimana akhirnya kepentingan ekonomi dapat mengalahkan kepentingan ekologi.
Pertumbuhan penduduk yang cepat juga memberikan andil besar dalam kerusakan hutan. Terjadinya konversi lahan hutan dijadikan sebagai lahan perumahan, pertanian dan proyek-proyek industri adalah wujud dari pertambahan penduduk yang signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan penduduk baik tekanan yang berasal dari dalam maupun yang berasal dari luar ternayata telah menyebabkan terjadinya konversi lahan. Tekanan dari luar dapat dilihat dari dampak kepadatan penduduk yang mengakibatkan tekanan kuat terhadap lahan pertanian. Akibatnya upaya melakukan perambahan hutan sebagai satu-satunya alternatif pemenuhan lahan pertanian mereka lakukan, tanpa memperdulikan dampak dari kelestariannya.
Disamping itu, penebangan hutan yang dilakukan para pemilik HPH dan HPHTI juga memberikan andil besar terhadap kerusakan tersebut. Walaupun sudah diatur dalam Undang-Undang No 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup, bahwa pemilik HPH dan HPHTI dalam melakukan penebangan hutan dengan cara tebang pilih, tetapi prakteknya justru mereka melakukan sistem tebang habis tanpa mengindahkan kelestarian hutan. Jangan kan untuk melakukan upaya reboisasi secara menyeluruh, melakukan penebangan secara tebang pilih saja tidak dilakukan. Dan anehnya pemerintah tetap menutup mata terhadap kondisi demikian. Sehingga mereka selalu berlindung di ketiak pemerintah untuk menghindari sorotan publik. Kepentingan yang hanya dinikmati oleh segelintir orang ini ternyata membawa bencana bagi seluruh masyarakat. Musibah banjir, asap tebal dibeberapa wilayah Kalimantan dan Sumatera merupakan salah satu bukti ketamakan para pemilik HPH dalam mengekploitasi hutan secara berlebihan.

Menumbuhkan Sikap Good Governance Dan Mencegah Praktek Bad Governance Terhadap Lingkungan

Untuk menyelamatkan kehidupan manusia dari kepunahan karena tidak cukupnya daya dukung lingkungan, maka perlu adanya suatu kebijakan untuk menyeimbangkan antara kuantitas penduduk dengan kualitas lingkungan, yaitu Pemerintah harus benar-benar serius memberi perhatian terhadap kelestarian lingkungan.
Berdasarkan pengamatan selama ini pemerintah cenderung menutup mata terhadap kerusakan lingkungan yang semakin hari semakin menunjukkan frekwensi meningkat. Seolah menganggap bahwa faktor lingkungan adalah merupakan beban pembangunan, sehingga tidak perlu mendapat perhatian. Toh sumber daya alam diciptakan Tuhan untuk dimanfaatkan, tetapi lupa bahwa disamping dimanfaatkan untuk seluas-luasnya bagi kesejahteraan manusia juga harus tetap menjaga kelestariannya. Sehingga bukan hanya berorientasi mengejar keuntungan saat ini, tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan kelangsungan untuk anak cucu kelak. Memberikan perlindungan terhadap pemegang HPH yang melakukan penebangan hutan tanpa aturan, mem-backup para pengusaha dengan kategori jelek dalam penanganan limbah industrinya adalah bentuk dari praktek “bad governance”.
Praktek “bad governance” tersebut seyogyanya tidak harus terjadi, hal ini mengingat bagaimanapun juga, lingkungan bagi kehidupan manusia adalah segala-galanya. Tanpa adanya dukungan dari lingkungan yang cukup, maka jangan harap ada kehidupan dimuka bumi ini. Karena itu upaya penyelarasan antara pertumbuhan penduduk yang diikuti oleh peningkatan pemenuhan kebutuhan dan meningkatnya ketergantungannya kepada sumber daya alam, dengan tetap memelihara kelestariannya adalah suatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pemerintah harus mempelopori semangat cinta lingkungan dalam bentuk penegakan hukum dan aturan sebaik-baiknya, perencanaan pembangunan yang mempertimbangkan dampak lingkungan, maupun memberdayakan partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan.
Demikian juga dengan usaha penekanan laju pertumbuhan penduduk juga harus tetap dipertahankan, sehingga akan terjadi keseimbangan antara kuantitas kebutuhan dengan kualitas sumber daya alam. Tanpa kepeloporan pemerintah dalam menegakkan aturan pelestarian sumber daya alam, maka mustahil upaya menangani permasalahan kependudukan dan kerusakan lingkungan bisa terwujud. Pengalaman selama ini pemerintahan Orde Baru yang begitu besar memberikan kebebasan dan kelonggaran kepada para perusak lingkungan, untuk selanjutnya jangan sampai terulang kembali. Namun demikian upaya meminimalkan munculnya ketidak seimbangan daya dukung lingkungan bukan sepebuhnya ditangan pemerintah, masyarakat luas umumnya dan para pengusaha yang bersinggungan dengan lingkungan khususnya harus ditumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, sehingga kemungkinan timbulnya “collapse” dapat dihindari.
Masalah lingkungan hidup dan kependudukan yang sedang dialami Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia menurut Arkanudin (2001:35), tidak hanya menyangkut masalah fisik semata-mata seperti geografis, jumlah penduduk dan lain-lain, tetapi juga masalah kultural dan masalah filosofi yang menentukan kelangsungan kehidupan manusia pada masa depan. Dengan demikian tahap pemecahannya tidak saja menyangkut masalah teknik praktis, tetapi juga melalui pendekatan etik yang bersumber kepada nilai-nilai kultural dan religius secara konseptual yang mampu memberikan perspektif transendent.
Dalam upaya mencari solusi pemecahannya dalam penanganan masalah lingkungan hidup dan kependudukan, harus dilakukan secara interdisiplinary atau multidisciplinary, yang akan melahirkan imaginasi, inovasi dan kreatifitas tinggi dalam menciptakan model-model, cara-cara dan kebijakan baru khususnya maupun didalam menentukan arah pembangunan secara makro pada umumnya. Selama ini orientasi pembangunan yang dikejar adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sehingga kondisi demikian bukan saja mengacaukan efiesiensi dan produktifitas, tetapi juga mengacau peningkatan kualitas hidup manusia dengan segala dimensinya. Demikian juga dengan kebijakan dalam bidang alih teknologi, bukan saja mengarah kepada eksploitability, tetapi juga mengarah kepada apa yang bersifat peningkatan teknologi dengan menekankan konservasi, recycling dan renewability.
Langkah efektif dalam memecahkan permasalahan lingkungan hidup dan kependudukan adalah mengkaitkannya dengan perspektif kultural dan religius. Hal ini mengingat bahwa negara Indonesia mayoritas penduduknya adalah beragama yang terbingkai oleh berbagai macam kultur. Langkah ini akan dapat secara langsung membentuk arah filsafati, pandangan dan tingkah laku mereka, yaitu tidak hanya sebatas meletakkan kerangka instrumental etik dalam upaya pelestarian lingkungan, tetapi juga dapat menumbuhkan kesadaran dalam diri kita masing-masing akan pentinnya nilai instrinsik bagi alam atau lingkungan hidup sebagai hak asasi yang perlu dipelihara dan dilestarikan. Artinya bahwa dalam dimensi etik lingkungan yang bersifat instrinsik, sikap kesadaran ekologikal selalu mengembangkan “self transendent perspektif” (Sudjana, 1998:87-110). Yang menuntu adanya pengujian efek dari kegiatan manusia terhadap lainnya, seperti terhadap makhluk hidup, lingkungan alamiah, generasi mendatang dan keseimbangan ekosistem lainnya.
Kesadaran etik dan self transcending memberikan suatu dasar moralitas dan perspektif bagi terciptanya suatu masyarakat yang lebih adil, damai, lebih partisippatoris dan bersifat sustainable. Hingga akhirnya menimbulkan kesadaran bahwa kehidupan manusia dan lingkungan harus dilestarikan dan ditingkatkan kualitasnya karena nilai instrinsiknya.
Penutup
Persoalan kependudukan dan kerusakan lingkungan hidup adalah dua hal yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Terjadinya kerusakan lingkungan sehingga yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan sumber daya alam, dapat berdampak kepada kehidupan manusia secara makro. Sehingga dalam tataran selanjutnya, ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya alam dapat menyebabkan kehancuran seluruh kehidupan manusia. Oleh karena itu perlu adanya upaya kedepan secara bijak guna tetap mempertahan kelestarian dan kualitas lingkungan. Konsep good governance adalah alternatif yang tepat, karena dengan konsep ini coba dilakukan penyeimbangan antara kuantitas pertumbuhan penduduk dengan segala kebutuhannya, dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan. Hingga akhirnya diperoleh suatu keseimbangan yang ideal antara laju pertumbuhan penduduk dengan kelestarian lingkungan.

Anak-Anak Sebagai Pewaris Bumi
Problem lingkungan merupakan tanggungjawab generasi sekarang. Sehingga, proses penyadaran akan arti pentingnya lingkungan bagi kemaslahatan umat manusia di bumi ini, sangat dibutuhkan. bukan hanya pada tataran para elite atau generasi tua, akan tetapi yang terpenting adalah pemahaman terhadap generasi muda, utamanya anak-anak yang merupakan pewaris bumi ini kelak.
Olehnya itu, keberadaan lembaga pendidikan, utamanya lembaga formal dalam proses ini, sangat diperlukan selain dari peran lembaga-lembaga lain, seperti media. Pemahaman akan arti pentingnya lingkungan hidup ini sangat berarti bagi generasi muda, sebab secara kuantitas keberadaan generasi muda lebih banyak dibanding generasi tua.
Dalam kaitan ini pemerintah memang telah menciptakan bentuk pengajaran pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH). Meski cikal bakal bentuk pengajaran ini berawal pada tahun 1973, akan tetapi baru berkembang setelah tahun 1978. Akan tetapi pada kenyatan lain, kita menemukan bahwa konsep pengajaran (pendidikan) ini ternyata tidak terlalu efektif dalam memberikan pemahaman terhadap siswa, khususnya di sekolah-sekolah di daerah. Padahal mereka merupakan basis dari pemeliharaan ini.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya, siswa tidak memiliki keperdulian akan pentingnya pelestarian lingkungan. Dan ini lebih diperparah lagi oleh kurangnya pemahaman dan kemampuan guru dalam mengintegrasikan pola pengajaran PKLH ini. Di samping itu juga kurangnya peran media, serta lembaga-lembaga lain dalam memberikan pemahaman lingkungan terhadap anak-anak.
Oleh karenanya, anak-anak (generasi muda) sebagai pewaris bumi ini kelak mempunyai hak untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Maka segala komponen, baik pemerintah maupun lembaga non pemerintah (NGO), terlebih media, perlu semakin gencar dalam meng-cover segala informasi mengenai lingkungan. Dengan demikian, diperlukan juga media, khususnya untuk anak-anak, sehingga mereka sejak dini dapat melibatkan diri dalam pengelolaan lingkungan hidup. Dan sebagai generasi tua, kewajiban kita adalam memberikan yang terbaik bagi generasi mendatang. Sebab tidak ada harta yang lebih berharga bagi anak-anak (generasi mendatang), kecuali lingkungan yang bebas akan polusi dan segala macam kerusakan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Oekan. S. 2002. Tanggung Jawab Sosial Masyarakat Ilmiah Dalam Menata Lingkungan Masa Depan, Upaya Meniti Pembangunan Berkelanjutan, Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran


1 Komentar::

cara atasi toilet berkerak mengatakan...

sip mantap infonya
menarik sekali bermanfaat
terimakasih banyak sukses terus

Posting Komentar

♥♥♥Eit..Eit..kayanya pengunjung mau kirim komentar nih tentang bacaan barusan..ya dah..NAME/URL juga boleh kok..Makasih yah.. ♥♥♥