;
headline photo

TINJAUAN TINGGINYA ANGKA PENGANGGURAN DARI PERSPKETIF HAK ASASI MANUSIA1

Rabu, 24 Februari 2010

Manusia lahir ke dunia atas karunia Allah. Ia tidak berdaya tapi

97,5 % dilengkapi kemampuan dasar yang potensial yaitu jiwa dan raga.

Manusia Indonesia dalam mengembangkan dirinya ia dijamin oleh

konstitusi, undang-undang lainnya dan hukum internasional tentang hak

asasi manusia. Pengangguran adalah keadaan terkendalanya pemenuhan

hak atas kesejahteraan dan hak atas pekerjaan. Tingginya angka


pengangguran dapat membawa bangsa berada pada bibir kehancuran

yang sulit dihindarkan. Jika hal ini benar-benar terjadi maka tidak saja

negara tidak menjalankan kewajiban dasarnya juga dapat dinyatakan

pemerintah telah mencederai hak asasi rakyatnya. Pemerintah dipandang

tidak serius mengatasi masalah pengangguran. Kebijakan ekonomi

Indonesia selama ini yang lebih pro pasar cendrung merugikan

masyarakat kebanyakan. Kebijakan yang membabi buta melakukan

liberalisasi, privatisasi dan stabilisasi ekonomi tanpa memperhatikan

kondisi-kondisi lokal yang menjauhkan pemerintah dari rakyatnya.

Masyarakat sejatinya mengatasi krisis ekonomi dan bertahan dengan



mengembangkan sektor informal dan usaha kecil menengah (UKM) yang

mampu menyerap tenaga kerja. Tapi pemerintah tidak melakukan

pembinaan yang memadai bahkan cendrung langsung atau tidak

langsung pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat mematikan

usaha ekonomi rakyatnya. Oleh karena itu solusi untuk mengatasi

tingginya angka pengangguran dari perspektif hak asasi manusia adalah

dengan melakukan review terhadap kebijakan ekonomi dan kembali

kepada sektor pertanian, kelautan dan sektor riil usaha kecil menengah

1 Dipaparkan pada Semiloka “Memetakan akar Masalah dan Solusi Tingginya Angka
Pengangguran di Indonesia, pada tangal 18-19 Juli 2005 di Purwakarta.
2 Ketua Sub Komisi Hak Ekonomi,Sosial dan Budaya, Komnas HAM;

….. yang berkarakteristik informal dan tidak semata-semata mengejar

pertumbuhan dengan mengandalkan pemodal besar.

1. Hak Atas Pengembangan Diri.

Manusia lahir ke dunia atas karunia Allah. Ia tidak berdaya tapi 97,5

% dilengkapi kemampuan dasar yang potensial yaitu jiwa dan raga. Jiwa

yaitu cipta, rasa, karsa dan intuisi, sedangkan raga yaitu tubuh yang

berangsur-angsur tumbuh sempurna dan indah. Keterpaduan jiwa dan

raga merupakan dasar untuk berbuat dan bekerja dalam mencapai

kemampuannya melalui kehidupan yang berbudaya sehingga ia mampu

hidup lebih baik pada masa depannya. Mewujudkan manusia yang

berbudaya diperlukan berbagai upaya, di antaranya makanan, pakaian,

perlindungan, kesehatan, rasa aman dan pendidikan sepanjang hayat

produktif.3 Pemenuhan kebutuhan hidup yang berbudaya secara layak itu

merupakan hak dasar bagi setiap orang. Di dalam Piagam Hak Asasi

Manusia, pasal 3 ditegaskan bahwa :”Setiap orang berhak atas pemenuhan

dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.” 4 Jauh sebelum itu di

dalam Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia, di dalam

pasal 25(1) disebutkan: “Setiap orang berhak atas hidup yang menjamin

kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan,

pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya serta pelayanan sosial yang

diperlukan, dan berhak atas jaminan sosial pada saat menganggur, menderita

sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut, atau mengalami kekurangan

mata pencaharian yang lain karena berada di luar kekuasaannya.”5 Di dalam

Konstitusi Negara Republik Indonesia, hak pengembangan diri bagi setiap

orang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dikaitkan dengan hak

3 Engkoswara, Mewujudkan Visi Indonesia 2020, Pikiran Rakyat, 2 Mei 2001.
4 Tap MPR RI No.XVII/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manusia;
5 Published by The United Nations, December 10, 1948, Text from the Office of The United
Nations High Commissioner for Human Rihgts, Geneva,Switzerland.

2
……mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan

dan tehnologi, seni dan budaya serta hak memajukan dirinya secara kolektif

dalam membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.6 Bila didalam

Piagam Hak Asasi Manusia, Pasal 5 diktum II, Tap MPR No.XVII Tahun

1998 hak untuk memenuhi kebutuhan dasar diberi label dengan Hak

Mengembangkan Diri, terdiri dari 4 pasal7, maka di dalam Undang-undang

No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia diberi label dengan Hak atas

Kesejahteraan terdiri dari tujuh pasal.8

2. Hak Atas Pekerjaan.

Dialam Pasal 6 ayat (1) Kovenan Internasional tentang Hak

Ekonomi, Sosial dan Budaya (1966) yang hingga kini belum diratifikasi

oleh Pemerintah Indonesia, dinyatakan :”Negara-negara pihak pada kovenan

ini mengakui hak atas pekerjaan (the right to work) yang mencakup hak setiap

orang untuk memperoleh kesempatan untuk mencari nafkah melalui pekerjaaan

yang dipilih atau diterimanya secara bebas dan akan mengambil langkah-langkah

yang diperlukan untuk melindungi hak tersebut”. Pengaturan khusus

mengenai perlindungan dan pemenuhan the right to work ini tergolong

masih kurang pada tingkat nasional, meski International Labour

Organisation (ILO) pada tingkat international telah menghasilkan ratusan

konvensi, setidaknya 15 di antaranya telah diratifikasi oleh Pemerintah

Indonesia.9 Sejatinya the Founding Fathers yang menyusun UUD 1945

sangat sadar akan pentingnya jaminan hak atas pekerjaan. Pembukaan

UUD 1945 mengamanatkan :” … .. untuk membentuk suatu Pemerintah

Negara Indonesia yang segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia, dan untuk kesejahteraan umum dan mencerdaskan

6 Pasal 25 ayat 1 dan 2 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, UUD 1945 dan Perubahannya.
7 Tap MPR RI No.XVII/MPR/1998 Tahun 1998 tentang Hak Asasi Manisaia, pasal 3,4,5, dan
6.
8 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Bagian Ketujuh, pasal 36,37,38,39,40,41
dan 42.
9 Amidhan, Antara Pengangguran dan Hak atas Pekerjaan, Perspektif HAM, Pra Seminar di
Komnas HAM,tanggal 20 Juni 2005.

3
…..kehidupan bangsa…” Selanjutnya secara kongkrit pada pasal 27 ayat (2)

UUD 1945 dinyatakan :” Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Hal ini berarti secara

konstitusional negara berkewajiban menyediakan kesempatan kerja yang

cukup, produktif dan renumeratif yang secara gamblang ditegaskan

dalam Pasal 28D ayat (3) yang berbunyi :”Setiap orang berhak untuk bekerja

serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja

“10 Jaminan terhadap hak atas pekerjaan juga ditegaskan di dalam Pasal 38

ayat (1) Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

yang menyatakan: “Setiap warga negara sesuai dengan bakat, kecakapan dan

kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.”

Pemenuhan terhadap hak atas pekerjaaan (the right to work) ini terkait

erat pula dengan hak-hak atas kesejahteraan (sebagaimana diatur dalam

Pasal 36 sampai dengan Pasal 42 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia). Oleh karena itu dengan terpenuhinya the right to work, maka

pemenuhannya secara langsung akan berdampak pada terpenuhinya

sebahagian dari hak atas kesejahteraan itu. Seperti halnya kegagalan

pemenuhan the right to work maka kegagalan pemenuhan hak atas

kesejahteraan juga bergantung pada sejumlah faktor antara lain faktor ada

atau tidaknya kebijakan pemerintah baik di tingkat nasional maupun di

daerah.11

3. Tingginya Angka Pengangguran

Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai

kondisi yang sangat meprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur

dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan

10 Perubahan Kedua UUD 1945.
11 Kerangka Acuan Semiloka “Memetakan Akar Masalah dan Solusi atas Tingginya Angka
Pengangguran di Indonesia, tanggal 18-19 Juli 2005 di Purwakarta, yang diberikan oleh
Panitia kepada Pemakalah.

4
……kurang merata.12 “Jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2003

meningkat satu juta jiwa dibandingkan tahun 2002. Bila di tahun 2002

pengangguran 8 juta jiwa maka tahun 2003 menjadi sekitar 9 juta jiwa. 9

juta jiwa itu berarti sekitar 9% dari seluruh angkatan kerja. Angkatan kerja

kita sekarang 100 juta.” Demikian dikatakan oleh Ketua BPS, Soedarti

Soerbakti, di Istana Negara usai peluncuran buku Perencanaan Tenaga

Kerja Nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri Januari 2004.

Angka 9 juta itu tidak termasuk data pengangguran terselubung.13 Angka

pengangguran tersebut dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono

terus meningkat. Dalam survai BPS periode Agustus 2004 sampai Februari

2005 jumlah angkatan kerja telah mencapai 105,8 juta jiwa. Sementara

jumlah penduduk yang bekerja dalam enam bulan yang sama hanya

bertambah 1,2 juta orang, dari 93,7 juta menjadi 94,9 juta orang. Ini berarti

menambah jumlah pengangguran baru 600 ribu orang atau rata-rata

seratus ribu per-bulan. Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka

pada Februari 2005 mencapai 10,3 % lebih tinggi dibandingkan tingkat

pengangguran Agustus 2004 sebesar 9,9%. 14 Pengangguran dan setengah

pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya yang

ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan

dan mendorong keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat

pembangunan jangka panjang.15 “Kalau masalah ini dibiarkan terus, ini

akan jadi bom waktu” ucap penganggur yang menyandang gelar sarjana

di kota Medan. Tak sedikit pula orang yang nekad hidup yang

menyerempet dunia kekerasan demi nafkah anak dan isterinya serta

nekad melakukan tindak kriminal karena tidak mempunyai

penghasilan.16 Angka pengganguran terkait dengan pertumbuhan

ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga

kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga yang

12 Majalah Nakertrans Edisi-03 Tahun XXIV-Juni 2004
13 Kompas, tanggal 29 Januari 2004.
14 Bali Pos, Selasa,5 Juli 2005.
15 Majalah Nakertrans Edisi -03 XXIV tahun-Juni 2004
16 Waspada, Kamis, 14 Juli 2004

5
…. terserap bisa mencapai 400 orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia

hanya 3-4%, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja,

sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta orang pertahun.

Ketidak stabilan politik dan keamanan kemungkinnan besar juga

memperparah dan menggangu sendi-sendi pembangunan lainnya. Bila

hal ini benar-benar terjadi, Indonesia akan berada pada bibir kehancuran

yang sulit dihindarkan.17 Sampai kapan Indonesia dapat bertahan dalam

situasi seperti ini ? Di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang,

tingkat pengangguran pada angka 6%, saja sudah menimbulkan

kegoncangan.18 Dengan demikian tingginya angka pengangguran dapat

menjadi malapetaka bangsa yang tiada lain merupakan pelanggaran hak-

hak asasi manusia oleh negara.

4. Kewajiban Dasar Negara.

Di samping hak-hak dasar (fundamental rights) pada sisi yang lain

yang tidak bisa dipisahkan ada kewajiban dasar (fundamental obligation).

Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang No.39 ahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia, dinyatakan :”Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban

yang apabila tidak dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya

hak asasi manusia”. Dalam pasal 71 undang-undang yang sama dinyatakan

bahwa “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,

menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam undang-undang

ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi

manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”. Untuk mengatasi

pengangguran adalah kewajiban dasar pemerintah baik Pusat maupun

Daerah. Namun menurut Muller Silalahi, Direktur Pengembangan dan

Perluasan Kerja Depnakertrans, Depnaker tidak mampu mengatasi

pengangguran.Yang mampu mengatasinya adalah semua sektor, pemerintah

17 Tempointeraktif, Minggu,13 Juni 2004
18 Sinar Harapan, 20 Nopember 2004.
6
……. dan masyarakat sendiri harus bersama-sama.19 `Drs.Atas Siregar, seorang

aktivis Pemuda Anshor Sumatra Utara mengatakan bahwa pada hakekatnya

pengangguran cukup banyak di negeri ini termasuk di Sumatra utara dan

Medan. “Ini menjadi tanggung jawab bersama tapi yang utama menjadi

tanggung jawab pemerintah.20 Sri Mulyani Menteri PPN/Ketua Bappenas

mengakui untuk mengatasi pengangguran di Indonesia saat ini masih sangat

berat. “Kalau untuk mencapai 1,8 juta penyerapan tenaga kerja di tahun 2005

ini, rasanya berat.” Kata Sri Mulyani usai mengikuti Rapat Gabungan dengan

Komisi X di Jakarta, Senin, 4 Juli 2005. Menurutnya untuk mengatasi tingkat

pengangguran di Indonesia paling tidak harus ada penyerapan tenaga kerja

baru tiga juta orang pertahun. Sementara saat ini baru berkisar pada 1,2-1,5

juta orang pertahunnya. Meski begitu, pemerintah tetap optimis pada tahun

2006 jumlah pengangguran di Indonesia dapat dikurangi seiring dengan

berbagai program yang tengah dilaksanakan. Seperti program pengentasan

kemiskinan melalui program kompensasi pengurangan subsidi (PPKS) BBM

yang melibatkan 11 ribu desa serta percepatan pembangunan infrastruktur.21

Apa yang dikemukakan Sri Mulyani ini terkendala dengan naiknya harga

minyak dunia secara luar biasa pada ketika posisi Indonesia telah bergeser

dari pengekspor minyak menjadi negara pengimpor sekarang ini. Kembali

masalah pengangguran menjadi masalah yang besar. Kurangnya lapangan

kerja, rendahnya SDM, meningkatnyanya angkatan kerja setiap tahunnya

menjadi simpul membengkaknya angka pengangguran.Tapi simpul yang

utama adalah pemerintah memang tidak pernah serius menyikapi hal ini.22

Pemerintah juga dianggap kurang memperhatikan di bidang regulasi

ketenagakerjaan. Salah satu akar masalah pengangguran di Indonesia antara

lain adalah terletak pada kurangnya pengaturan perlindungan dan

pemenuhan hak atas pekerjaan. Seolah-olah penyediaan pekerjan bukanlah

19 Tempointeraktif, Minggu,13 Juni 2004
20 Waspada, Kamis, 14 Juli 2005
21 Bali Pos, Selasa, 5 Juli 2005.
22 Waspada, Kamis, 14 Juli 2005.

7

…..tanggung-jawab pemerintah.23 Masyarakat sendiri cukup tanggap dalam

mengupayakan lapangan kerja sesuai kemampuan mereka. Di Jakarta, Pusat

Pemberdayaan Keluarga dan Masyarakat (PPKM) Tunggal Rasa mampu

mengentaskan 107 pengamen dan pemuda pengangguran menjadi

pengusaha mi ayam. Kini PPKM memilik anggota kurang lebih 89,700

pedagang mi terlatih. Dua tahun yang lalu PPKM mendidik 1.040 pedagang

mi asal Sragen, Solo, Boyolali dan Sukoharjo untuk mengembangkan usaha

kecil mandiri (UKM) berbasis terigu.24 Sebenarnya banyak yang dilakukan

oleh masyarakat di sektor informal dan tergolong usaha kecil menengah

(UKM) seperti membuka warung, berdagang kelontong, sebagai pedagang

kakilima (PKL) dan lain sebagainya. Sayangnya belum terlihat upaya negara

dalam hal ini adalah pemerintah baik pusat maupun daerah, yang secara

serius dan terencana melakukan pembinaan dan perlindungan terhadap

mereka. Fenomena yang ada justru sebaliknya, banyak kebijakan dan praktek

pemerintah yang secara langsung atau tidak langsung mematikan usaha

mereka, penggusuran, pembangunan pusat perbelanjaan modern berdekatan

dengan pasar tradisonal bahkan di lokasi yang sama, kecilnya pemberian

kredit dari perbankan bagi UKM dan lain sebagainya.25

5. Review Kebijakan Ekonomi.

Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan :” … .. untuk membentuk

suatu Pemerintah Negara Indonesia yang segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia , dan untuk kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa…”Secara sadar sejak Indonesia merdeka

dan the Founding Fathers menetapkan Pasal 33 UUD 1945 telah dengan tegas

menggariskan kebijaksanaan nasional untuk melakukan “transformasi

23 Amidhan, Antara Pengangguran dan Hak atas Pekerjaan, Perspektif HAM, Pra Seminar di
Komnas HAM,tanggal 20 Juni 2005.
24 Suara Merdeka, 3 September 2003.
25 Kerangka Acuan Semiloka “Memetakan Akar Masalah dan Solusi atas Tingginya Angka
Pengangguran di Indonesia, tanggal 18-19 Juli 2005 di Purwakarta, yang diberikan oleh
Panitia kepada Pemakalah.

8
…..ekonomi” dan “transformasi sosial”. Dalam kehidupan ekonomi makna

transformasi ekonomi berhakekat “mengubah sistem ekonomi kolonial yang

subordinatif menjadi sistem ekonomi yang demokratis.” Transformasi

ekonomi dengan melaksanakan demokrasi ekonomi, melaksanakan usaha

bersama, (mutualisme), melaksanakan asas kekeluargaan (brotherhood) dan

menolak asas perorangan (individualisme/liberalisme). Adapun transformasi

sosial dengan membentuk hubungan ekonomi (parsipatory-emancipatory),

membentuk kerjasama kemitraaan (non subordinative - non exploitatory),

Triple Co (co-ownership, co-determination, co-responsibility).26 Kembali ke

Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Artinya jelas bahwa kesejahteraan

sosial Indonesia bukanlah bertitik tolak pada caritas dan filantropi. Pasal 27

ayat(2) tersebut menegaskan bahwa adalah pekerjaan yang harus

mengangkat kesejahteraan sosial rakyat. Seharusnya target nasional utama

sesuai konstitusi adalah menciptakan pekerjaan, memberantas kemiskinan

struktural/non struktural; empowerment menuju self-empowerment (mencerdaskan kehidupan bangsa), pertumbuhan eknomi terkait langsung dengan penciptaan lapangan kerja, mencegah
impoverisment/disempowerment; mengkaji ulang trickle-down mechamism;
melaksanakan prinsip growth through redistribution (menolak trade-off
antara growth dan redistribution; bertitik tolak :”let us take care of
employment, employment will take care growth.”27 Kebijakan ekonomi
bangsa kita selama ini telah menyimpang dari amanat konstitusi. Kebijakan
ekonomi Indonesia yang selama ini lebih pro pasar cendrung merugikan
masyarakat kebanyakan. Perhatian yang lebih dari pemerintah pada stabilitas
makro ekonomi dan menjaga kepercayaan pasar serta liberalisasi,
mengakibatkan sektor-sektor yang dekat dengan masyarakat luput dari
perhatian. Akibatnya terjadi ironi dalam perekonomian nasional. Yakni
meskipun stabilitas makro ekonomi yang sering digembar-gemborkan
26 Edi-Sri Swasono, “Indonesia dan Doktrin Kesejahteraan Sosial”, Orasi Politik Yang
Disampaikan Dalam Peluncuran Resmi Perkumpulan Prakarsa, 7 Februari 2005, hal.42.
27 Edi-Sri Swasono, ibid hal 48

9
……mampu terjaga dengan baik, tetapi tingkat pengangguran justru meningkat.
Bisa dipahami kalau ada yang berpendapat bahwa kebijakan ekonomi yang
bertumpu pada pasar (sering juga dikatakan kebijakan yang pro Dana
Monoter Internasional/IMF) tidak banyak manfaatnya bagi masyarakat
kebanyakan. Kebijakan yang membabi buta melakukan liberalisasi,
privatisasi dan stabilisasi makro ekonomi tanpa memperhatikan kondisi-
kondisi lokal telah menjauhkan pemerintah dari rakyat. Presiden Megawati
adalah salah satu presiden yang menuai getah dari kebijakan semacam itu.
Banyak kebijakan ekonomi semasa pemerintahannya justru menjauhkan dari
konstituennya yang notabene wok cilik. Bahwa mampu menciptakan
stabilitas ekonomi adalah patut dicatat, tetapi bahwa tingkat pengangguran
semakin banyak, sekolah semakin mahal, dan kesulitan hidup lainnya
menghantui masyarakat, adalah juga realitas yang tak terbantahkan.
Keberanian melakukan perubahan kebijakan adalah kunci utama mengubah
kondisi ekonomi Indonesia.Tanpa merubah kebijakan mengutip pendapat
sejumlah ekonom, ekonomi Indonesia akan masih seperti sekarang ini
kondisinya.28 Bila tidak mungkin untuk kembali kepada acuan ekonomi
kerakyatan seperti yang diamanatkan UUD 1945 setidaknya sudah saatnya
untuk kembali kepada sektor pertanian. Data-data menunjukkan, sampai
dengan 40% sektor pertanian menyerap tenaga kerja. Kemudian diikuti
dengan sektor kelautan.29 Di sektor riil UKM boleh dikatakan merupakan
salah satu solusi masyarakat untuk tetap bertahan dalam menghadapi krisis
yakni dengan melibatkan diri dalam aktivitas usaha kecil terutama yang
berkarakteristik informal. UKM memiliki kemampuan untuk menjadi pilar
bagi perekonomian masyarakat dalam menghadapi terpaan krisis ekonomi.30
28 Sinar Harapan, 9 September 2004
29 Tempointeraktif Minggu, 13 Juni 2004
30 Aloysius Gunadi Brata, Jurnal Ekonomi Rakyat, (Artikel-Th II- No.08 Nopember 2003.




0 Komentar::

Posting Komentar

♥♥♥Eit..Eit..kayanya pengunjung mau kirim komentar nih tentang bacaan barusan..ya dah..NAME/URL juga boleh kok..Makasih yah.. ♥♥♥