;
headline photo

PERKEMBANGAN PARTAI POLITIK DARI ORDE LAMA SAMPAI REFORMASI,

Sabtu, 19 Desember 2009

. 1.PARTAI POLITIK (PARPOL) PADA MASA PERGERAKAN
Yang dimaksud Partai Politik adalah perkumpulan (segolongan orang-orang) yang seasas, sehaluan, setujuan, (terutama di bidang politik). Baik yang berdasarkan partai kader atau struktur kepartaian yang dimonopoli oleh sekelompok anggota partai yang terkemuka; maupun yang berdasarkan partai massa, yaitu partai politik yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggotanya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) parpol juga berarti perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu (KBBI, 1990 : 650). Dalam sejarah Indonesia, keberadaan Parpol di Indonesia diawali dengan didirikannya organisasi Boedi Oetomo (BO) pada tahun 1908 di Jakarta oleh dr. Wahidin Soediro Hoesodo dkk. Walaupun pada waktu itu BO belum bertujuan ke politik murni, tetapi keberadaan BO sudah diakui para peneliti dan pakar sejarah Indonesia sebagai perintis organisasi modern. Dengan kata lain, BO merupakan cikal bakalnya organisasi massa atau organisasi politik di Indonesia. Perkembangan menjadi lebih pesat tatkala Indische Partij (IP) memperjuangkan “kemerdekaan Indonesia” berdasarkan kebangsaan Indierschap. Parpol yang aktif pada masa pergerakan ini yaitu INDISCHE PARTIJ yang didirikan oleh Dr. E.E.F. Douwes Dekker di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Yang bertujuan melanjutkan Indische Bond yang telah ada sejak 1898 sebagai organisasi Kaum Indo peranakan di Indonesia. Seorang Indo sebagai perumus gagasan yaitu Dr. E.E.F. Douwes Dekker yang kemudian terkenal dengan nama Danudirdja Setiabudhi. Adanya diskriminasi antara kaum Indo peranakan dan Belanda baik dalam gaji maupun perlakuan lainnya menyebabkan timbulnya pergolakan jiwa di kalangan kaum Indo. Lalu bertekad mendirikan perkumpulan yang radikal yang berusaha meleburkan diri dengan masyarakat pribumi. Terutama adanya ancaman yang sama yaitu penindasan kolonial. Kartodirdjo, 1975 : 189). Partai Politik pada zaman pra-kemerdekaan pada umumnya bertujuan untuk memperjuangkan tercapainya kemerdekaan Indonesia, seperti yang diperjuangkan oleh Parpol Indische partij.
2.PARPOL DI MASA PENDUDUKAN JEPANG
Setelah Perang Pasifik berjalan 3 bulan, pada bulan Maret 1942 tentara Jepang dipimpin Jendral Imamura mendarat di Pulau Jawa. Dengan semboyan “kemakmuran bersama” dan “Asia untuk bangsa Asia”, banyaklah di antara pemimpin-pemimpin Indonesia yang terpikat hatinya oleh Jepang, sebab percaya pada propagandanya yang katanya mengadakan Perang Suci.
Kedatangan bangsa Jepang yang sesungguhnya menggantikan kedudukan penjajahan Belanda, disambut dengan gembira disesbabkan oleh Belanda dapat kekalahan dan dihina oleh Jepang. Parpol dilarang, kecuali Masyumi boleh berkembang. Untuk memuaskan bangsa Indonesia, Jepang mengatur strategi yaitu kota-kota di Indonesia yang sejak zaman Belanda diganti dengan nama Belanda, lalu diganti lagi dengan nama Indonesia asli.
a) Penyaringan Politik Ketika Jepang bertindak sewenang-wenang, berbuat sangat kejam dan hidup kemewahan, sedang ribuan rakyat Indonesia yang mati kelaparan dan dipaksa menjadi budak romusha yang menderita, kepercayaan Perang Suci di Asia Timur Raya itu hanya tipis sekali di hati bangsa Indonesia. Beberapa golongan bangsa Indonesia yang tidak tahan lagi melihat kekejaman Jepang lalu memberontak, seperti pemberontakan PETA di Blitar, Tasikmalaya, Cirebon, dan Kalimantan Barat. Setelah peristiwa tersebut terjadi, rakyat Indonesia terutama pemudanya yang sudah mendapat latihan militer menyadari bahwa nasib bangsa Indonesia yang dijajah oleh siapa pun sama berat rasanya. Maka dari itu bulatlah tekad mereka untuk merebut kemerdekaan, sekalipun akan menimbulkan korban lautan darah.
b) Perjuangan Kemerdekaan Pemimpin-pemimpin nasional kita sadar bahwa jalannya pelaksanaan suatu proklamasi kemerdekaan bukan hanya tergantung dari semangat bangsanya sendiri, tetapi juga sikap dunia internasional terhadapnya, terlebih pula karena kekuatan kita di lapangan teknik modern masih kurang dan aparat teknis modern selama masa pendudukan mengalami kemerosotan yang tidak kecil. Akan tetapi angkatan muda menyadari bahwa bagaimanapun juga saat kemerdekaan sudah tidak dapat diundur-undur lagi, sistem pemerintahan kolonial tak dapat diterima lagi.
3.AWAL PERKEMBANGAN PARPOL PADA MASA KEMERDEKAAN
Dalam perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, rakyat tidak hanya menyusun pemerintahan dan militer yang resmi, tetapi juga menyusun laskar atau badan perjuangan bersenjata dan organisasi politik. Pada zaman kemerdekaan ini, partai politik tumbuh di Indonesia ibarat tumbuhnya jamur di musim hujan, dengan berbagai haluan ideologi politik yang berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan adanya maklumat Pemerintah RI 3 November 1945 yang berisi anjuran mendirikan partai politik dalam rangka memperkuat perjuangan kemerdekaan.
Diantaranya yaitu : 1. Partai Sosialis 2. Partai Komunis Indonesia (PKI) 3. Partai Buruh Indonesia 4. Partai Rakyat Jelata atau Murba 5. Masyumi 6. Serindo – PNI
4. PARPOL DI MASA UUDS 1950 – 1959
Ketika itu Indonesia menganut demokrasi liberal, karena kabinetnya bersifat parlementer. Dalam demokrasi parlementer, demokrasi liberal atau demokrasi Eropa Barat, kebebasan individu terjamin. Begitu juga lembaga tinggi. Dalam sistem politik menurut UUDS 1950 peranan partai-partai besar sekali. Antara partai politik dan DPR saling terdapat ketergantungan, karena anggota DPR umumnya adalah orang-orang partai. Dalam tahun-tahun pertama sesudah pengakuan kedaulatan, orang berpendapat bahwa partai merupakan tangga ketenaran atau kenaikan kedudukan seseorang. Pemimpin-pemimpin partai akan besar pengaruhnya terhadap pemerintahan baik di pusat maupun di daerah-daerah dan menduduki jabatan tinggi dalam pemerintahan meskipun pendidikannya rendah. Partai politik pada zaman liberal diwarnai suasana penuh ketegangan politik, saling curiga mencurigai antara partai politik yang satu dengan partai politik lainnya. Hal ini mengakibatkan hubungan antar politisi tidak harmonis karena hanya mementingkan kepentingan (Parpol) sendiri.
5.PARTAI POLITIK PADA MASA ORDE LAMA
Dengan dikeluarkannya maklumat pemerintah pada tanggal 3 November 1945 yang menganjurkan dibentuknya Parpol, sejak saat itu berdirilah puluhan partai. Maklumat ini ditandatangani oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta. Atas usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat yang meminta diberikannya kesempatan pada rakyat yang seluas-luasnya untuk mendirikan Partai Politik. Partai Politik hasil dari Maklumat Pemerintah 3 November 1945 berjumlah 29 buah, dikelompokkan dalam 4 kelompok partai berdasarkan ketuhanan, kebangsaan, Marxisme, dan kelompok partai lain-lain yang termasuk partai lain-lain adalah Partai Demokrat Tionghoa Indonesia dan Partai Indo Nasional. Partai-partai peserta pemilu yang tidak berhasil meraih kursi disebut sebagai “Partai Gurem”, partai yang tidak jelas power base-nya. Parta-partai Gurem itu semakin lama semakin tidak terdengar lagi suaranya. Sementara itu partai yang berhasil meraih kursi melakukan penggabungan-penggabungan dalam pembentukan fraksi. Sampai dengan tahap ini perkembangan kepartaian mengalami proses seleksi alamiah berdasarkan akseptabilitas masyarakat. Jumlah partai yang semula puluhan banyaknya, terseleksi sehingga hingga menjadi belasan saja. Jumlah yang mengecil itu bertahan sampai dengan berubahnya iklim politik dari alam demokrasi liberal ke alam demokrasi terpimpin. Proses penyederhanaan partai berlangsung terus-menerus. Pada tanggal 5 Juli 1960 Presiden Sukarno mengeluarkan Peraturan Presiden No.13 tahun 1960 tentang pengakuan, pengawasan, dan pembubaran partai-partai. Pada tanggal 14 April 1961 Presiden Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden no. 128 tahun 1961 tentang partai yang lulus seleksi, yaitu PNI, NU, PKI, partai Katolik, Pertindo, Partai Murba, PSII, Arudji, dan IPKI. Dan 2 partai yang menyusul yaitu Parkindo dan partai Islam Perti. Jadi pada waktu itu, parpol yang boleh bergerak hanya 10 partai saja, karena parpol yang lain dianggap tidak memenuhi definisi tentang partai atau dibubarkan karena tergolong partai Gurem. Tetapi jumlah partai yang tinggal 10 buah itu berkurang satu pada tahun 1964. Presiden Sukarno atas desakan PKI dan antek-anteknya, membubarkan Partai Murba dengan alasan Partai Murba merongrong jalannya revolusi dengan cara membantu kegiatan terlarang seperti BPS (Badan Pendukung Sukarnoisme) dan Menikebu (Manifesto Kebudayaan).


6.PARTAI POLITIK PADA MASA ORDE BARU
Perkembangan partai politik setelah meletus G. 30 S/PKI, adalah dengan dibubarkannya PKI dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Indonesia. Menyusul setelah itu Pertindo juga menyatakan bubar. Dengan demikian partai politik yang tersisa hanya 7 buah. Tetapi jumlah itu bertambah dua dengan direhabilitasinya Murba dan terbentuknya Partai Muslimin Indonesia. Golongan Karya yang berdiri pada tahun 1964, semakin jelas sosoknya sebagai kekuatan sosial politik baru. Dalam masa Orde Baru dengan belajar dari pengalaman Orde Lama lebih berusaha menekankan pelaksanaan Pancasila secara murni dan konsekuen. Orde Baru berusaha menciptakan politik dengan format baru. Artinya menggunakan sistem politik yang lebih sederhana dengan memberi peranan ABRI lewat fungsi sosialnya. Kristalisasi Parpol Suara yang terdengar dalam MPR sesudah pemilu 1971 menghendaki jumlah partai diperkecil dan dirombak sehingga partai tidak berorientasi pada ideologi politik, tetapi pada politik pembangunan. Presiden Suharto juga bersikeras melaksanakan perombakan tersebut. Khawatir menghadapi perombakan dari atas, partai-partai yang berhaluan Islam meleburkan diri dalam partai-partai non Islam berfungsi menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dengan demikian semenjak itu di Indonesia hanya terdapat tiga buah organisasi sosial politik, yaitu PPP, Golkar, dan PDI.
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pada tanggal 5 Januari 1973 terbentuk Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan fusi dari NU, Pamusi, PSII, dan Perti. Pada awalnya bernama golongan spiritual, lalu menjadi kelompok persatuan, serta Fraksi Persatuan Pembangunan. Ketika itu partai-partai Islam berusaha menggunakan nama dengan label Islam untuk partai dari fusi, tetapi ada imbauan dari pemerintah agar tidak menggunakannya sehingga yang muncul adalah “Partai Persatuan Pembangunan”. Dengan demikian PPP lahir sebagai hasil fusi dari partai-partai Islam pada awal 1973 yang sesungguhnya adalah partai Islam yang mulai tercabut dari akar-akar sejarahnya.
2. Golongan Karya (Golkar) Pengorganisasian Golkar secara teratur dimulai sejak tahun 1960 dengan dipelopori ABRI khususnya ABRI-AD, dan secara eksplisit organisasi ini lahir pada tanggal 20 Oktober 1964 dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), dengan tujuan semula untuk mengimbangi dominasi ekspansi kekuasaan politik PKI, serta untuk menjaga keutuhan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Jadi semula Golkar merupakan organisasi yang dipakai untuk mengimbangi kekuatan ekspansasi politik PKI pada tahun1960-an, yang kemudian terus berkembang hingga saat ini, di mana fungsi Golkar sama seperti partai politik. Perkembangan lain dari Golkar yang tadinya Golkar dan ABRI menyatu, karena Golkar dipimpin ABRI aktif, makin lama sudah makin mandiri, dalam arti sudah tidak lagi bersangkut-paut dengan ABRI aktif. Pada perkembangan lebih lanjut Golkar sebagai kekuatan Orde Baru bertekad melaksanakan, mengamalkan, dan melestarikan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Perkembangan Golkar pada Orde Baru adalah sebagai kekuatan sosial politik yang merupakan aset bangsa yang selalu komit dengan cita-cita pembangunan nasional.
Dalam rel politik orde baru Golkar merupakan kekuatan sosial politik yang terbesar dengan 4 kali menang dalam pemilihan umum (1971, 1977, 1982, 1992)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dibentuk pada tanggal 10 Januari 1973. Pembentukan PDI sebagai hasil fusi dari lima partai politik yang berpaham Nasionalisme, Marhaenisme, Sosialisme, Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Kelima partai politik yang berfusi menjadi PDI adalah PNI, TPKI, Parkindo, Partai Murba, dan Partai Katolik. Dalam sejarah sebagai organisasi sosial politik, PDI sering berhadapan dengan masalah pertentangan/konflik di kalangan pemimpinnya. Pada hakikatnya potensi konflik hanya salah satu masalah yang dihadapi PDI. Sejumlah masalah yang lain juga dihadapi, seperti masalah identitas partai (khususnya sejak Pancasila ditetapkan sebagai asas tunggal), masalah kemandirian, demokratis di tubuh partai, dan masalah rekruitasi. Dan berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kini sistem kepartaian negara kita telah dalam situasi mantap, di mana ketiga kekuatan sosial politik yang ada, yaitu PPP, Golkar, dan PDI telah menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas.
7.PARTAI POLITIK ERA REFORMASI
Era Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal pertumbuhan partai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang sama di antara anggotanya.
Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena Partai Politik adalah alat demokrasi untuk mengantarkan rakyat menyampaikan artikulasi kepentingannya. Tidak ada demokrasi sejati tanpa Partai Politik. Meski keberadaan Partai Politik saat ini dianggap kurang baik, bukan berarti dalam sistem ketatanegaraan kita menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Keadaan Partai Politik seperti sekarang ini hanyalah bagian dari proses demokrasi.
Dalam kondisi kepartaian yang seperti ini, Pemilihan Umum 2004 digelar dengan bersandar kepada Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Dalam perjalanannya, undang-undang ini di anggap belum mampu mengantarkan sistem kepartaian dan demokrasi perwakilan yang efektif dan fungsional. Undang-undang ini juga belum mampu melahirkan Partai Politik yang stabil dan akuntabel. Masyarakat juga masih belum percaya pada keberadaan Partai Politik, padahal fungsi Partai Politik salah satunya adalah sebagai alat artikulasi kepentingan rakyat. Untuk menciptakan Partai Politik yang efektif dan fungsional diperlukan adanya kepercayaan yang penuh dari rakyat. Tanpa dukungan dan kepercayaan rakyat, Partai Politik akan terus dianggap sebagai pembawa ketidakstabilan politik sehingga kurang berkah bagi kehidupan rakyat.
Untuk menciptakan sistem politik yang memungkinkan rakyat menaruh kepercayaaan, diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan yang mampu menjadi landasan bagi tumbuhnya Partai Politik yang efektif dan fungsional. Dengan kata lain, diperlukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem Politik Indonesia yakni Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.


0 Komentar::

Posting Komentar

♥♥♥Eit..Eit..kayanya pengunjung mau kirim komentar nih tentang bacaan barusan..ya dah..NAME/URL juga boleh kok..Makasih yah.. ♥♥♥